TUBAN, Radar Tuban – Membaca itu sehat, meÂnulis itu hebat merupakan premis yang dipakai untuk mendasari acara Safari Literasi yang berÂlangsung di Aula Dinas Pendidikan kemarin (26/1).
Bertindak sebagai narasumber utama, Duta Baca Perpustakaan Nasional Gol A Gong meÂnyampaikan, dia ingin Kabupaten Tuban tumbuh menjadi kota literasi yang sarat isi. Tidak hanya memunculkan simbol-simbol literasi belaka. Misalnya, banner motivasi baca-tulis dan poster-poster bergambar buku-buku. ‘’Semiotika (simbol, Red) seperti itu harus dihindari,’’ ujarnya saat diwawancara Jawa Pos Radar Tuban.
Duta baca yang juga sastrwawan ini mengÂungÂkapkan, paling tidak jika Kabupaten Tuban ingin bergerak menuju Kota Literasi, hal-hal substansi harus dicukupi. Misalnya, mengadakan acara bedah buku, pembacaan buku bersama, penulisan kolektif dan kegiatan literatif lainnya. Ditegaskan Gong, menggelar kegiatan untuk menumbuhkan budaya literasi tidak bisa satu-dua kali. Acara-acara literatif haruslah berkelanjutan. ‘’Rutinitas adalah wujud komitmen yang teguh,’’ jelasnya.
Jika rutinitas tidak terjadi, dipastikan komitmen untuk meliterasikan Tuban itu belum erat kaitannya dengan keteguhan. Gong melanjutkan, selain acara-acara yang literatif, pergerakan Tuban menuju kota literasi harus didukung oleh fasilitas yang reÂpresentatif. Misalnya, membuat pojok buku dan majalah dinding untuk menempel surat kabar di sudut-sudut kota. ‘’Intinya mempermudah masyarakat dalam menjangkau literatur,’’ tandasnya.
Menurut dia, pengadaan fasilitias itu tidak terlalu sulit. Apalagi, jika pihak yang menyediakan adalah pemerintah setempat. Menurutnya, pemerintah daerah memiliki andil besar dalam mendorong Kota Legen ini beriklim literatif. Pasalnya, seluruh kebijakan dan keputusan untuk publik berhulu di satu lokasi, yakni tata atur birokrasi praja. Bukan masyarakat biasa. ‘’Masyarakat hanya mendukung dan mengisi tata atur tersebut,’’ tuturnya.
Terkait fasilitas literasi di Tuban, penulis buku Balada Si Roy ini melanjutkan, ingin kota yang sudah berumur 728 tahun ini mempunyai toko buku lagi. Menurutnya, hal tersebut amat penting. Dia menegaskan, toko buku adalah muara di mana karya para penulis akan berlabuh. Menurutnya, dengan adanya toko buku, sudah barang tentu buku-buku yang ditulis dan kemudian diterbitkan penulis-penulis Tuban akan punya tempat. ‘’Bisa muncul ke publik, dibeli, dan dibaca,’’ ujarnya.
Meski zaman perdagangan online kini juga sudah marak, menurut penulis kelahiran 15 Agustus 1963 itu, toko buku offline tetap penting. Sebab, toko buku merupakan semiotika yang paling serius dan rasional terkait kota literasi. Lebih tinggi substansinya diÂbanÂdingkan banner motivasi baca-tulis dan poster-poster bergambar buku-buku.
Lebih lanjut pendiri Rumah Dunia di Serang, Banten ini mengungkapkan, dari acara literasi yang dihadiri tersebut, tergambar antusiasme para guru di Tuban terhadap literasi cukup bagus.
Ketua KGBN Tuban sekaligus ketua panitia acara Tuban Eva Septiana Rahayu mengatakan, acara Safari Literasi tersebut pesertanya merupakan guru dari semua jenjang pendidikan, mulai PAUD, TK/RA, SD/MI, SMP/MTs hingga SMA/SMK/MA.
Disampaikan Eva, setelah kegiatan ini, para guru yang menjadi peserta akan diajak untuk menerbitkan buku antologi. Urgensinya, demi mengabadikan pertemuan dan menjadi teladan bagi anak didik di instansi masing-masing. ‘’Anak didik yang mengetahui gurunya gemar menulis dan mempunyai karya, akan turut melakukan hal yang sama,’’ katanya sekaligus sebagai teladan.
Tokoh literasi Tuban sekaligus penasehat KGBN TuÂban Cak Sariban menambahkan, Safari Literasi meÂruÂpakan langkah maju literasi di Bumi Ronggolawe. Dengan diselenggarakannya Safari Literasi, para guru akan lebih memahami bagaimana menulis prosa yang bagus dan baik. Lebih dari itu, para guru akan lebih memahami bahwa literasi tidak terkungkung pada masalah baca-tulis semata, tapi meluas—merambat pada hal-hal lain diluar baca-tulis. ‘’Utamanya, memÂbentuk kecerdasan dan kearifan perilaku dalam mengarungi samudra kehidupan,’’ tuturnya. (sab/tok)