Radartuban.jawapos.com – Kepolisian Resor (Polres) Serang, Polda Banten mengamankan oknum guru ngaji diduga mencabuli santriwati di salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) di Kecamatan Bandung, Kabupaten Serang.
“Oknum guru ngaji itu berinisial AS(47), “kata Kapolres Serang AKBP Yudha Satria dalam keterangannya di Serang, Rabu.
Saat ini, pelaku pencabulan terhadap santriwati yang berusia 17 tahun itu tengah menjalani pemeriksaan oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Serang.
Mereka petugas mengamankan oknum guru ngaji setelah menerima laporan dari korban pada akhir tahun 2022 lalu.
“Tersangka diamankan di rumahnya pada Senin (27/2) malam di Desa Blokang, Kecamatan Bandung,” kata Yudha.
Kapolres mengatakan dalam keterangan yang diperoleh dari saksi maupun korban, kasus pencabulan itu terjadi pada 17 September 2022 dan korban merupakan santriwati, dan pelaku adalah oknum guru ngajinya.
“Kejadiaannya saat magrib sekitar pukul 18.15 WIB dan dilakukan di lingkungan pesantren,”katanya menjelaskan.
Menurut dia, kasus dugaan pencabulan itu terungkap oleh keluarga, saat keluarga menjenguk korban di pesantren.
Korban mengalami perubahan sikap perilaku dan menjadi tempramental.
“Awalnya ketika orang tua dan kakak korban menjenguk di pondok pesantren, melihat tingkah laku korban yang aneh dari biasanya dan perkataan korban kasar kepada orang tuanya,” ujarnya.
Yudha menjelaskan atas perubahan perilaku itu, kakak korban membujuk korban untuk menceritakan apa yang dialaminya selama di Pondok Pesantren.
“Tidak lama korban mulai cerita bahwa dirinya telah dilecehkan oleh tersangka dan bahwa dirinya pernah dipaksa untuk memegang kemaluan tersangka dan pelecehan lainnya,” jelas Yudha.
Sementara itu Kasatreskrim AKP Dedi Mirza mengatakan dari hasil pemeriksaan, korban telah dicabuli lebih dari sekali dan pencabulan dilakukan oleh tersangka dengan paksaan.
Kejadian cabul tersebut dilakukan oleh tersangka kepada korban dalam waktu yang berbeda sebanyak tiga kali.
Dampak pelecehan yang dilakukan oleh guru ngajinya itu telah membuat perubahan perilaku korban terhadap lingkungannya.
Dimana saat ini korban mengalami trauma yang mendalam atas peristiwa itu.
Untuk modus operandinya, tersangka melakukan perbuatan cabul dengan cara merayu atau membujuk atau tipu muslihat dengan berdalih bisa mengobati korban.
Atas perbuatannya itu AS dijerat dengan Pasal 82 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. (*)Â
Sumber: ANTARA