Radatuban.jawapos.com – Keidealan bahwa wisata pedestrian malam ditempatkan di Jalan Yos Sudarso, secara implisit turut disuarakan Dewan Kesenian Tuban (DKT).
Ketua DKT Joko Wahono mengungkapkan, pada masa silam memang kawasan tersebut menjadi pusat keramaian yang ditunjang oleh pertunjukan kesenian—kebudayaan kerakyatan.
Pusat keramaian di Jalan Yos Sudarso itu, terang Joko, berlangsung pada periode 1990-an ke bawah. Pertunjukan kesenian—kebudayaan populer dan khas di jalan tersebut yakni Sindir Dingklik.
Joko Wahyuono, seniman lainnya membenarkan hal ini. Dia bahkan menyebut beberapa seniman—seniwati pertunjukan Sindir Dingklik itu masih keluarganya.
Sindir Dingklik ini, ungkap Joko, dapat dikatakan khas Kota Tuban. Dulu pentasnya hanya di Pasar Sore dan eks terminal lama (kini Rest Area Tuban, Red).
Dia melanjutkan, ketika sindir dingklik tampil, animo masyarakat sangat tinggi karena pertunjukan ini amat membaur dengan masyarakat atau para penontonnya.
‘’Sindir Dingklik dipentaskan apa adanya. Para seniman-seniwati hanya sindiran dengan cara duduk di dingklik tanpa panggung. Masyarakat juga tak wajib bayar ketika menonton Sindir Dingklik ini,’’ jelas seniman yang juga pengelola channel Youtube Keluarga Widaswara itu.
Dia meneruskan, jika nanti Jalan Yos Sudarso dijadikan wisata pedestrian malam seperti Malioboro atau Maliogoro, sangat mungkin para seniman—seniwati akan kembali menggeruduk kawasan tersebut untuk menampilkan kepiawaiannya masing-masing karena kawasan tersebut sesungguhnya sudah punya historis.
Radatuban.jawapos.com – Keidealan bahwa wisata pedestrian malam ditempatkan di Jalan Yos Sudarso, secara implisit turut disuarakan Dewan Kesenian Tuban (DKT).
Ketua DKT Joko Wahono mengungkapkan, pada masa silam memang kawasan tersebut menjadi pusat keramaian yang ditunjang oleh pertunjukan kesenian—kebudayaan kerakyatan.
Pusat keramaian di Jalan Yos Sudarso itu, terang Joko, berlangsung pada periode 1990-an ke bawah. Pertunjukan kesenian—kebudayaan populer dan khas di jalan tersebut yakni Sindir Dingklik.
Joko Wahyuono, seniman lainnya membenarkan hal ini. Dia bahkan menyebut beberapa seniman—seniwati pertunjukan Sindir Dingklik itu masih keluarganya.
Sindir Dingklik ini, ungkap Joko, dapat dikatakan khas Kota Tuban. Dulu pentasnya hanya di Pasar Sore dan eks terminal lama (kini Rest Area Tuban, Red).
- Advertisement -
Dia melanjutkan, ketika sindir dingklik tampil, animo masyarakat sangat tinggi karena pertunjukan ini amat membaur dengan masyarakat atau para penontonnya.
‘’Sindir Dingklik dipentaskan apa adanya. Para seniman-seniwati hanya sindiran dengan cara duduk di dingklik tanpa panggung. Masyarakat juga tak wajib bayar ketika menonton Sindir Dingklik ini,’’ jelas seniman yang juga pengelola channel Youtube Keluarga Widaswara itu.
Dia meneruskan, jika nanti Jalan Yos Sudarso dijadikan wisata pedestrian malam seperti Malioboro atau Maliogoro, sangat mungkin para seniman—seniwati akan kembali menggeruduk kawasan tersebut untuk menampilkan kepiawaiannya masing-masing karena kawasan tersebut sesungguhnya sudah punya historis.