TUBAN, Radar Tuban – Serikat Pekerja (SP) Tuban menolak adanya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Penolakan itu terutama pada pasal 5, bahwa manfaat JHT bagi pekerja yang mengundurkan diri dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) baru diberikan pada saat mencapai usia 56 tahun. Hal ini dinilai menghambat pekerja untuk mendapatkan haknya.
Karena itu, SP Tuban dengan tegas menyuarakan penolakan sebelum permenaker yang diundangkan pada 4 Februari lalu berlaku tiga bulan lagi.
‘’Sekarang masih masa pandemi, dan kemungkinan PHK masih akan banyak terjadi. Dengan kebijakan ini sama saja menghambat pekerja mendapatkan haknya. Padahal, setelah PHK itu mebutuhkan pesangon banyak,’’ ujar Ketua Konsulat Cabang Federasi Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Tuban Duraji.
Ditegaskan Daruji, terbitnya Permenaker 2/2022 ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak konsisten dalam kebijakannya. Dia mencontohkan, sebelum permenaker ini terbit, Presiden Jokowi pernah mengatakan bahwa JHT bisa segera dicairkan jika pekerja terkena PHK selama pademi.
‘’Dulu JHT bisa diproses pencairannya satu bulan setelah pekerja terkena PHK, sekarang kok malah tidak boleh dicairkan,’’ ujarnya menuding pemerintah inkonsisten.
Ditegaskan dia, permenaker yang mengatur pencairan JHT di usia 56 tahun ini sangat mencederai apa yang sudah disampaikan Presiden Jokowi. Bukan hanya itu, menurut Daruji, kebijakan ini juga menunjukan bahwa pemerintah sangat tidak pro terhadap rakyat. Untuk itu, lanjut dia, setelah ini FSPMI berencana melakukan aksi turun jalan ke kemenaker. Agendanya, menuntut agar pemerintah membatalkan permenaker tersebut.
‘’Secara nasional juga sudah membuat petisi dan sudah ada 240 ribu tanda tangan agar permenaker yang baru ini dibatalkan,’’ ungkapnya.
Penolakan juga disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Nasional (SPN) Tuban Kusmen. Dia mengatakan, sejak awal sebelum peraturan ini diundangkan, SPN sudah sering melakukan aksi penolakan. Bahkan, tegas dia, SPN pusat sering sudah beberapa kali turun jalan menyuarakan penolakan kebijakan tersebut.
‘’Sekarang sudah diundangkan, sehingga sangat ironis jika ada pekerja yang terkena PHK dan tidak bisa mencairkan JHT-nya. Padahal, itu adalah haknya,’’ tegas Kusmen.
Belum lagi BPJS Ketenagakerjaan pada Januari lalu juga mengeluarkan surat edaran bahwa usia pensiun sekarang bukan 56 lagi, tapi 58 tahun.
‘’Mengambil JHT-nya malah semakin lama lagi,’’ keluhnya.
Langkah yang akan diambil SPN, Kusmen mengungkapkan, saat ini pihaknya masih menunggu instruksi dari pengurus pusat.
‘’Jika sudah ada instruksi kami akan turun jalan untuk menyurakan penolakan terhadap Pemenaker 2/2022,’’ ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian (DTKP) Tuban Sugeng Purnomo mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan salinan resmi Permenaker 2/2022. Sehingga, pihaknya belum ada kegiatan sosialisasi terhadap regulasi tersebut.
‘’Sementara kami baru mendapatkan permenaker yang PDF. Itu pun dapat dari media,’’ ujarnya.
Menurutnya, jika ada regulasi baru biasanya dinas terkait akan mendapatkan sosialisasi terkait penjabaran dan latar belakang regulasi tersebut. Tetapi, sejak sembilan hari permenaker yang baru ini diundangkan masih belum ada sosialisasi dari pemerintah pusat.
‘’Tapi sementara ini kami sudah mulai mengkaji (isi permenaker, Red), tapi belum detail,’’ katanya.
Disinggung prihal adanya penolakan dari serikat pekerja soal pasal yang menyebutkan JHT baru bisa diambil diusia 56 tahun. Menurutnya, sampai kemarin pihaknya belum mendapatkan audiensi dari para serikat pekerja atas penolakan tersebut. (fud/tok)