28.9 C
Tuban
Friday, 22 November 2024
spot_img
spot_img

Sebulan 59 Pasangan Muda Ajukan Dispensasi Kawin

spot_img

TUBAN, Radar Tuban – Permintaan dispensasi kawin (diska) di Kota Legen terbilang tinggi. Selama Januari lalu, permohonan izin pernikahan bagi seseorang berusia di bawah 19 tahun tersebut diajukan sebanyak 59 pasangan. Namun, Pengadilan Agama (PA) Tuban hanya mengabulkan 43 diska.

Panitera Hukum Muda PA Tuban Nur Wachid mengungkapkan, tingginya permintaan diska itu disebabkan kekeliruan budaya di masyarakat.

‘’Tapi sudah mengakar bertahun-tahun,” ujarnya kepada Jawa Pos Radar Tuban kemarin (13/2).

Yang dimaksud kebudayaan yang keliru tersebut, terang Wachid—sapaan akrabnya, yakni jika sudah terikat pertunangan maka orang tua pasangan seolah melonggarkan, bahkan membebaskan keduanya dalam berbuat dan berperilaku.

Pun pasangan yang bertunangan juga beranggapan demikian. Sehingga, anggapan ketika sudah bertunangan bisa melakukan apa saja seakan sudah menjadi budaya. Dari situ, akhirnya tidak sedikit yang hamil di luar nikah.

‘’Toh sebentar lagi menikah,’’ terang Wachid menirukan asumsi rata-rata orang tua dan pasangan yang sudah bertunangan.

Padahal, lanjut pejabat asal Desa Klangon, Kecamatan/Kota Bojonegoro ini, pertunangan yang disikapi dengan asumsi budaya demikian sangat tidak baik. Buktinya, kerap ditemukan pasangan pertunangan terjerumus pada zina. Bentuknya, tidur bersama satu ranjang—berbuat layaknya suami istri yang sudah terikat tali pernikahan. Praktis, pasangan tersebut terpaksa harus segera dinikahkan jika perbuatan di atas ranjang berbuntut panjang—hamil.

Baca Juga :  Peringatan Dini Gelombang Tinggi, Nelayan Tuban Diimbau Tidak Melaut

‘’Alasannya demi menghindari cibiran masyarakat. Dari situ akhirnya mengajukan diska,’’ bebernya.

Alhasil, berkat perbuatan di ranjang yang berbuntut hal tidak diinginkan tersebut, sehingga banyak sekali perkara diska yang diajukan di PA Tuban.

Menyikapi budaya pertunangan yang mulai melenceng tersebut, lanjut Wachid, PA Tuban sampai bekerja sama dengan aparatur desa se-Kabupaten Tuban. Dengan harapan, para aparatur desa ini bisa mengawasi pasangan yang sudah bertunangan agar tidak terjerumus melakukan hal-hal di luar batas kewajaran.

‘’Karena aparatur desa dinilai lebih dekat dengan masyarakat. Sehingga, harapannya bisa membantu untuk mencegah (hubungan di luar nikah pasangan yang sudah bertunangan, Red),’’ jelas pria berkacamata itu.

Lebih lanjut pejabat yang menggeluti usaha budidaya ulat maggot ini sangat berharap, diska tidak marak terjadi lagi. Dia mengungkapkan, rumah tangga hasil diska sangat rawan terhadap perceraian. Alasannya, emosi pasangan yang masih muda cenderung tidak stabil. Usia yang masih sangat muda, terang Wachid, bisa memicu laki-laki maupun perempuan menjadi pendek pikir dalam menghadapi persoalan.

Baca Juga :  JPPR: Hasil Seleksi Bawaslu Diskriminasi terhadap Perempuan

‘’Bisa keluar kata-kata kasar, bahkan bertikaian hingga cerai,’’ ujarnya.

Besar kemungkinan, terang Wachid, munculnya kata-kata kasar, pertikaian, hingga perceraian itu merupakan keterkejutan mental pasangan diska. Biasanya, pasangan diska ini hanya berpikir pendek—mengira hidup berumah tangga sama indahnya kala mereka berpacaran. Kehadiran mertua, bahkan anak tidak dipertimbangkan dengan baik.

Rerata, pasangan diska masih berhasrat menghabiskan waktu untuk bersenang-senang atau berpuas diri. Berdasarkan hal tersebut, Wachid menegaskan, daripada memohon diska lebih baik pasangan muda-mudi ini konsen pada karirnya.

‘’Sayanglah pada usia produktif,’’ imbaunya kepada generasi muda yang ingin cepat-cepat nikah. (sab/tok)

TUBAN, Radar Tuban – Permintaan dispensasi kawin (diska) di Kota Legen terbilang tinggi. Selama Januari lalu, permohonan izin pernikahan bagi seseorang berusia di bawah 19 tahun tersebut diajukan sebanyak 59 pasangan. Namun, Pengadilan Agama (PA) Tuban hanya mengabulkan 43 diska.

Panitera Hukum Muda PA Tuban Nur Wachid mengungkapkan, tingginya permintaan diska itu disebabkan kekeliruan budaya di masyarakat.

‘’Tapi sudah mengakar bertahun-tahun,” ujarnya kepada Jawa Pos Radar Tuban kemarin (13/2).

Yang dimaksud kebudayaan yang keliru tersebut, terang Wachid—sapaan akrabnya, yakni jika sudah terikat pertunangan maka orang tua pasangan seolah melonggarkan, bahkan membebaskan keduanya dalam berbuat dan berperilaku.

Pun pasangan yang bertunangan juga beranggapan demikian. Sehingga, anggapan ketika sudah bertunangan bisa melakukan apa saja seakan sudah menjadi budaya. Dari situ, akhirnya tidak sedikit yang hamil di luar nikah.

- Advertisement -

‘’Toh sebentar lagi menikah,’’ terang Wachid menirukan asumsi rata-rata orang tua dan pasangan yang sudah bertunangan.

Padahal, lanjut pejabat asal Desa Klangon, Kecamatan/Kota Bojonegoro ini, pertunangan yang disikapi dengan asumsi budaya demikian sangat tidak baik. Buktinya, kerap ditemukan pasangan pertunangan terjerumus pada zina. Bentuknya, tidur bersama satu ranjang—berbuat layaknya suami istri yang sudah terikat tali pernikahan. Praktis, pasangan tersebut terpaksa harus segera dinikahkan jika perbuatan di atas ranjang berbuntut panjang—hamil.

Baca Juga :  Diduga Asap Pekat Cerobong Cemari Udara, PT SWJ Bakal Diinspeksi

‘’Alasannya demi menghindari cibiran masyarakat. Dari situ akhirnya mengajukan diska,’’ bebernya.

Alhasil, berkat perbuatan di ranjang yang berbuntut hal tidak diinginkan tersebut, sehingga banyak sekali perkara diska yang diajukan di PA Tuban.

Menyikapi budaya pertunangan yang mulai melenceng tersebut, lanjut Wachid, PA Tuban sampai bekerja sama dengan aparatur desa se-Kabupaten Tuban. Dengan harapan, para aparatur desa ini bisa mengawasi pasangan yang sudah bertunangan agar tidak terjerumus melakukan hal-hal di luar batas kewajaran.

‘’Karena aparatur desa dinilai lebih dekat dengan masyarakat. Sehingga, harapannya bisa membantu untuk mencegah (hubungan di luar nikah pasangan yang sudah bertunangan, Red),’’ jelas pria berkacamata itu.

Lebih lanjut pejabat yang menggeluti usaha budidaya ulat maggot ini sangat berharap, diska tidak marak terjadi lagi. Dia mengungkapkan, rumah tangga hasil diska sangat rawan terhadap perceraian. Alasannya, emosi pasangan yang masih muda cenderung tidak stabil. Usia yang masih sangat muda, terang Wachid, bisa memicu laki-laki maupun perempuan menjadi pendek pikir dalam menghadapi persoalan.

Baca Juga :  Ngaku Anggota Intel dan Kontraktor, Kuras Harta Ibu Rumah Tangga

‘’Bisa keluar kata-kata kasar, bahkan bertikaian hingga cerai,’’ ujarnya.

Besar kemungkinan, terang Wachid, munculnya kata-kata kasar, pertikaian, hingga perceraian itu merupakan keterkejutan mental pasangan diska. Biasanya, pasangan diska ini hanya berpikir pendek—mengira hidup berumah tangga sama indahnya kala mereka berpacaran. Kehadiran mertua, bahkan anak tidak dipertimbangkan dengan baik.

Rerata, pasangan diska masih berhasrat menghabiskan waktu untuk bersenang-senang atau berpuas diri. Berdasarkan hal tersebut, Wachid menegaskan, daripada memohon diska lebih baik pasangan muda-mudi ini konsen pada karirnya.

‘’Sayanglah pada usia produktif,’’ imbaunya kepada generasi muda yang ingin cepat-cepat nikah. (sab/tok)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img

Terpopuler

spot_img

Artikel Terbaru

spot_img
spot_img