TUBAN, Radar Tuban – Harga telur ayam hingga kemarin (2/1) belum stabil. Masih ada perbedaan harga yang cukup signifikan antara pedagang dan peternak.
Dari pantauan Jawa Pos Radar Tuban di lapangan, kemarin harga telur di tingkat pedagang kisaran Rp 30 ribu per kilogram. Sementara di tingkat peternak Rp 22 ribu per kg. Artinya, ada selisih harga Rp 8 ribu.
Mansur, salah satu peternak ayam petelur di Desa Tegalrejo, Kecamatan Merakurak mengatakan, untuk saat ini harga telur di tingkat peternak sudah mulai normal. Terhitung kemarin telur satu kilogram dihargai Rp 22 ribu. Harga ini terbilang turun daripada dua minggu lalu. ‘’Dua minggu lalu harga telur cukup tinggi, di tingkat peternak Rp 30 ribu per kilogram. Itu hanya bertahan selama lima hari,’’ ujarnya.
Harga telur, menurutnya, memang selalu naik turun. Seperti dua minggu lalu harga tinggi, setelah itu kembali turun. Hanya saja, meski di tingkat peternak harga Rp 22 ribu, di pengecer masih dijual Rp 27 ribu sampai Rp 28 ribu. Sehingga di pedagang harganya masih Rp 30 ribu per kilogram.
‘’Kalau kami peternak harga sudah ada patokannya, setiap hari bisa berubah. Kalau pedagang yang masih tetap Rp 30 ribu per kilogram itu bisa saja belinya waktu harga segitu (Rp 30 ribu, Red), makanya ini jualnya masih mahal,’’ tuturnya.
Dia mengungkapkan ada beberapa penyebab harga telur bisa tinggi. Di antaranya, karena memasuki Natal dan tahun baru. Juga, disebabkan adanya bantuan sosial non tunai dengan beras dan telur, itu sangat mempengaruhi harga telur. ‘’Setiap ada pencairan bantuan, harga telur pasti naik karena permintaan tinggi,’’ kata dia.
Dia lebih lanjut menyampaikan, untuk acuan harga telur secara nasional, peternak biasanya selalu memantau harga telur di Kabupaten Blitar. Saat harga di Blitar turun maka peternak juga ikut turun, saat naik maka ikut naik. ‘’Blitar itu menjadi acuan karena di sana merupakan pemasok telur yang besar. Makanya jadi acuan,’’ ujarnya.
Berbeda di tingkat pedagang, harga telur masih tinggi. Paijah, salah satu pedagang di Desa Sugiharjo, Kecamatan Tuban mengatakan, dirinya masih menjual telur ayam Rp 30 ribu per kilogram. ‘’Jadi hari-hari ini kalau mau kulakan telur itu males, karena telur mahal,’’ tuturnya.
Tentu, dengan harga telur yang tinggi jika ada pembeli dirinya akan lebih dulu menawarkan apakah mau atau tidak. ‘’Kalau yang beli tidak mau ya tidak masalah,’’ ujar wanita 60 tahun ini.
Dirinya menduga masih tingginya harga telur karena ada pencairan bansos non tunai berupa sembako dan telur itu. Sebab, setiap kali ada pencairan bansos harga telur ikut naik.
Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) Tuban, Agus Wijaya mengatakan, masih tingginya harga telur di tingkat pedagang disebabkan beberapa hal. Salah satunya, kata Agus, bisa saja pedagang membeli telur saat harga tinggi. Sehingga pedagang menjualnya dengan harga masih tinggi. ‘’Mungkin mereka (pedagang, Red) kulakannya masih tinggi dan belum habis, itu sangat mungkin,’’ ujar mantan Camat Montong itu.
Meski begitu, menurutnya, ketersediaan telur di Tuban masih aman. Karena sejak 2018 lalu banyak peternak telur baru. (fud/wid)