TUBAN, Radar Tuban – Di tengah iklim religiusitas Ramadan, niat untuk mengakhiri rumah tangga di Tuban masih masif. Itu setidaknya terlihat dari gugatan yang diajukan ke Pengadilan Agama (PA) Tuban sepekan terakhir. Jumlahnya tak tanggung-tanggung mencapai 25 pemohon gugat cerai.
Panitera Hukum Muda PA Tuban Nur Wahid mengatakan, angka tersebut sangat ironis karena Bulan Suci seharusnya menjadi waktu yang tepat menumbuhkan keharmonisan keluarga. Terutama pada momen sahur dan buka puasa. Bukan malah sebaliknya.
Wahid sapaannya menuturkan, komunikasi pada dua momen tersebut tidak perlu membahas hal penting-penting. Obrolan menambah kemesraan antarpasangan justru merupakan hal-hal remeh-temeh yang bisa dibumbui sedikit humor.
Sarjana hukum lulusan Universitas Muhammadiyah Ponorogo ini mengungkapkan, 25 pemohon gugatan cerai yang diterima institusinya didominasi gugat cerai. Jumlahnya 17 pemohon. Angka tersebut menunjukkan 68 persen pemohon gugat cerai yang diterima PA Tuban selama 1—7 April diajukan pihak perempuan.
Sedangkan sisanya, 32 persen atau 8 pemohon diajukan pihak laki-laki. Dari 25 pemohon, 22 perkara diputus cerai dan masih menyisakan 3 perkara belum diputuskan karena berkas belum lengkap.
Pria berkacamata ini memaparkan, alasan dominan para kaum hawa menggugat cerai suaminya adalah karena terhimpit ekonomi. Sedangkan alasan mayoritas para kaum adam mengakhiri biduk rumah tangganya karena cemburu.
Wahid terang-terangan menyebutkan, delapan pemohon cerai talak itu rata-rata disebabkan karena tidak terima dengan kelakuan istrinya yang dianggap menyimpang. Misalnya, si istri kedapatan chatting dengan laki-laki lain atau tepergok bersama laki-laki lain.
Sepengetahuannya, kata Wahid, dua dalih itu memang sering digunakan suami untuk menggugat cerai istrinya. Terkait benar-tidaknya dakwaan tersebut, dibuktikan dalam sidang perceraian.
Lebih lanjut pria asal Bojonegoro ini mengungkapkan, suami yang cemburu membabibuta dengan istrinya tersebut biasanya lemah pada banyak hal. Secara ekonomi, seksual, hingga sosial tidak mampu mengakomodir keinginan istri. Agar masih terlihat maskulin, dia sering marah atau menuntut kepada perempuan. Ujungnya banyak pertengkaran yang berakhir perceraian. (sab/ds)