TUBAN, Radar Tuban – Anggota DPR/MPR RI Fraksi Golkar Dra. Hj. Haeny Relawati Rini Widyastuti, M.Si. konsisten dalam mengimplementasikan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Untuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik, pada 16 April lalu, anggota DPR RI yang akrab disapa Bu Haeny ini melakukan sosialisasi empat pilar kebangsaan MPR-RI di Kabupaten Tuban.
Kegiatan sosialisasi tersebut dihadiri 150 orang dari berbagai unsur. Di antaranya, perwakilan dari generasi muda, tokoh masyarakat, tokoh agama, serta para anggota DPRD Tuban dari fraksi Partai Golkar.
Dalam kesempatan tersebut, Bu Haeny menyampaikan empat pilar kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Ditegaskan olehnya, keempat poin itu harus ditanam dan tumbuh subur di masyarakat.
Empat poin yang menjadi pilar kebangsaan tersebut, tegas Bu Haeny, amat berguna untuk mengidentifikasi serta mencari solusi atas berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat.
Disampaikan ibunda Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky tersebut, dewasa ini setiap daerah sedang berlomba menemukan kearifan lokal masing-masing. Menurutnya, hal itu amat baik. Namun, tegas dia, kearifan lokal ini harus dimaknai sebagai menifestasi norma hukum serta pengetahuan yang dibentuk dari ajaran agama, nilai tradisi, budaya dan pengalaman setempat.
‘’Tidak bisa melenceng dari itu (manifestasi norma-norma dalam kehidupan bermasyarakat, Red),’’ tuturnya.
Anggota DPR RI Dapil IX meliputi Tuban-Bojonegoro ini mengungkapkan, kearifan lokal yang tepat akan menjaga empati, kebersamaan, kegotongroyongan, serta tanggung jawab sosial dalam bermasyarakat.
Bupati Tuban periode (2001–2006 dan 2006-2011) ini melanjutkan, meski kearifan lokal ini penting, ada tantangan kebangsaan dalam pengembangannya. Tantangan tersebut, yakni fanatisme kedaerahan. Dikemukakan olehnya, setiap daerah yang sedang mengembangkan bahkan berhasil, tidak boleh bangga secara berlebihan apalagi merendahkan daerah lain.
‘’Itu sesuai amanat Ketetapan MPR Nomor VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2021 tentang Visi Indonesia Masa Depan,’’ katanya.
Bu Haeny menjabarkan, TAP MPR tersebut menjelaskan lima tantangan yang berpotensi memperburuk situasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Di antaranya, lemahnya penghayatan dan pengamalan agama serta munculnya pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru dan sempit, pengabaian terhadap kepentingan daerah serta timbulnya fanatisme kedaerahan, kurang berkembangnya pemahaman dan penghargaan atas kebhinnekaan dan kemajemukan, kurangnya keteladanan dalam sikap dan perilaku sebagai pemimpin dan tokoh bangsa, serta tidak berjalannya penegakan hukum secara optimal.
‘’Itulah tantangan kita saat ini, maka dari itu kehidupan berbangsa dan bernegara sudah seharusnya kita jalankan sesuai arah yang benar,’’ pesannya.
Lebih lanjut, Bu Haeny berpesan, semua komponen masyarakat agar meningkatkan tingkat etikanya kepada sesama manusia dan takwanya kepada Tuhan. Menurutnya, dua hal itu amat berperan bagi cita-cita persatuan dan kesatuan, ketahanan, kemandirian, keunggulan dan kejayaan, serta kelestarian lingkungan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. (sab/tok)