TUBAN, Radar Tuban – Pelanggaran lalu lintas di Tuban terbilang tinggi. Itu terlihat dari tingginya angka sidang perkara pelanggaran lalu lintas di Pengadilan Negeri (PN) Tuban. Jumlahnya 300—400 perkara per minggu.
Dengan angka tersebut denda bukti pelanggaran lalu lintas (tilang) mencapai Rp 30—40 juta per minggu atau Rp 120-160 juta per bulan.
Humas Pengadilan Negeri (PN) Tuban Uzan Purwadi mengatakan, pelanggar lalu lintas di Tuban didominasi kendaraan roda dua. Jenis pelanggaran terbanyak tidak membawa ke lengkapan surat kendaraan. Disusul motor tidak lengkap atau tidak sesuai spek, mengabaikan rambu, menerobos marka, dan melawan arus.
Untuk pengemudi mobil yang melanggar didominasi jenis pelanggaran yang sama.
Hakim asal Kabupaten Sleman, Jogjakarta ini mengemukakan, denda yang dikenakan kepada para pelanggar nominalnya rata-rata Rp 100 ribu. Denda inilah yang masuk
penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Mekanisme sidangnya, terang Uzan, pelanggar tidak perlu mengikuti sidang di PN Tuban.
‘’Cukup datang ke bilik pelayanan PN Tuban di Mal Pelayanan Publik,’’ terangnya saat ditemui Jawa Pos Radar Tuban di ruang kerjanya, Kamis (19/5).
Dikonfirmasi terpisah, pala Unit (Kanit) Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas Satlantas Polres Tuban Ipda Kistel ya Ray Patayama mengakui tingkat pelanggaran lalu lintas
di Tuban masih cukup tinggi.
Tingginya pelanggaran ter sebut, terang dia, dipicu dari rendahnya kesadaran, kepatuhan,
keamanan, serta keselamatan lalu lintas pada masyarakat.
‘’Predikat zero pelanggaran belum bisa kita dicapai,’’ ujarnya.
Menyikapi hal tersebut, kata Kistel, panggilan akrabnya, pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar semakin tergerak untuk mematuhi prosedur kepatuhan, keamanan, dan keselamatan lalu lintas.
Media sosialisasinya, lanjut dia, tidak hanya melalui media sosial dan siaran radio, namun juga dengan aksi nyata. Salah satunya melalui kegiatan Police Goes to School hingga menggaet komunitas-komunitas di masyarakat.
Selain sosialisasi yang si fatnya preventif, kata polwan asal Pekanbaru, Riau ini, Korps Bhayangkara juga melakukan tindakan represif. Yakni, dengan memberikan tindakan tilang.
‘’Tilang bisa memberikan efek jera kepada pelanggar lalu lintas. Harapannya, kejeraan tersebut bisa ditularkan kepada keluarga pelanggar,’’ ujarnya.
Paling ekstrem, kata Kistel, tindakan represif yang dilakukan kepolisian adalah menyita kendaraan pelanggar. Tindakan tersebut diberikan kepada pelanggar yang motornya tidak sesuai spek, seperti berknalpot brong. Khusus pelanggar tersebut, mereka harus mengambil sendiri kendaraannya di Mapolres Tuban setelah mengubah kendaraan tersebut sesuai dengan spek standar. (sab/ds)