Setiap menjalankan mobil penumpang umum (MPU)-nya, hati Khoirul Anam selalu diliputi kecemasan. Betapa tidak, pengemudi ini dan pengemudi angkutan umum resmi lainnya harus berebut penumpang dengan angkutan bodong. Dia dan teman-temannya pun kerap gigit jari karena penumpang yang seharusnya menjadi ladangnya justru ”disapu bersih” angkutan yang menjadi rivalnya.
”SETIAP orang boleh bekerja dan mendapat rezeki dengan caranya masing-masing. Namun, tetap saja cara yang digunakan tidak perlu merugikan pihak lain,” tuturnya mengawali wawancara dengan Jawa Pos Radar Tuban kemarin (16/1).
Ditemui di Pasar Jenu, Anam, panggilan akrabnya yang mewakili perasaan pengemudi angkutan umum lainnya membeberkan persaingan yang tidak sehat di dunia angkutan umum di Bumi Ronggolawe. Kondisi tersebut sudah berlangsung puluhan tahun. Jauh sebelum dia menjadi awak angkutan umum.
Dalam perjalanan persaingan yang sudah sekian kali berganti bupati dan sampai sekarang tidak berujung tersebut, dia menaruh harapan besar kepada pemerintah daerah untuk menyelesaikannya. Menegakkan aturan sesuai prosedur dan aturan. ”Biar kami ini tenang ketika bekerja,” tuturnya memelas.
Anam mengatakan, dalam perseteruan laten tersebut, tentu yang paling dirugikan adalah para pengemudi angkutan umum resmi. Mereka tidak hanya kehilangan penumpang, namun juga terabaikannya perizinan dan seluruh persyaratan lain yang tidak murah. ”Mengurus izin dan lain-lain itu repotnya luar biasa,” ujar warga Desa Bogang, Kecamatan Jenu itu.
Sementara angkutan bodong tidak ”berkeringat” sedikit pun untuk merayap di aspal jalan. Mereka tidak perlu mendapat legalitas izin dan kelengkapan persyaratan lain. ”Apa perlunya kami wira-wiri urus ini-itu demi izin. Demi bayar pajak dan bayar operasional lain,” keluhnya.
Anam terang-terangan mengungkapkan, motor bergerobak yang mengangkut penumpang itu sangat tidak layak. Sesuai peruntukannya, hanya boleh memuat barang saja. Mengangkut hasil pertanian, perikanan, atau barang lain. ”Meski motor itu sudah dimodifikasi sedemikian rupa dengan beratap-bersisi atau bahkan bertempat duduk, tetap tidak bisa,” kata Anam meledak-ledak. ”Kecuali mungkin bajaj atau kendaraan lain yang diizinkan dalam aturan,” tambahnya.
Dia kemudian mencontohkan motor roda tiga yang beroperasi di seputaran perkotaan Tuban. Angkutan warna biru bermotif batik dan bertuliskan Ayo Nang Tuban itu, sangat boleh beroperasi. Itu karena status angkutan yang direkomendasi dinas perhubungan setempat tersebut berpelat kuning.
Sejak berseteru dengan angkutan bodong, Anam dan pengemudi angkutan umum resmi lainnya menjadi pintar. Mereka sering berselancar di Google. Mempelajari regulasi dan ketentuan lain. Mereka sengaja menyiapkan ”pisau” kala berdebat dengan pengemudi angkutan ilegal. Atau ketika protes kepada aparat pemerintah. Begitu dalamnya penguasaan regulasi tersebut, kata pria bertubuh kecil ini, beberapa teman sopirnya hafal nomor dan tahun sejumlah perundangan yang seharusnya melindungi operasinya.
Anam berharap perseteruan angkutan resmi dan angkutan bodong segera selesai. Hal itu untuk meminimalisasi gesekan yang dipicu rebutan penumpang. ”Jika hanya adu mulut atau argumentasi, tidak masalah. Namun, jika sudah mengarah ke adu fisik yang bahaya,” tambah pengemudi angkutan umum lain yang menolak disebut namanya. Dia mengaku pernah melakukan hal itu. Hanya saja tidak berbuntut panjang.
Salah satu pengemudi angkutan motor bergerobak yang ditemui wartawan koran ini ketika mangkal di SMPN 1 Palang keberatan dirinya disebut angkutan bodong. Dia yang meminta namanya disebut Min tersebut mengungkapkan, selama ini, dia dan teman-temannya tidak pernah merebut ladang MPU. ”Rute kami di jalan-jalan kampung yang bukan trayek MPU,” kata dia berargumen.
Min juga mengatakan, keberadaan motor bergerobak justru banyak membantu masyarakat pedesaan. Terutama mereka yang tidak memiliki kendaraan bermotor. ”Pemerintah justru harus berterima kasih kepada kami yang membantu ekonomi masyarakat desa,” ujarnya.
Dia kemudian membeberkan mobilitas motor bergerobak yang mengangkut pedagang maupun pembeli dari kampung-kampung ke pasar di pusat kota kecamatan. Juga mengangkut pelajar yang berangkat dan pulang sekolah. ”Kalau bukan kami, siapa yang mengangkut. Di situ MPU nggak ada trayeknya,” tegasnya.
Min mengakui kalau motor bergerobak melintas jalan raya. Namun, dipastikan itu tak jauh. Hanya untuk   melintas menuju akses jalan poros desa dan jalan perkampungan.(sab/ds)