KEPALA Bidang Angkutan Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLHHub) Tuban Imam Isdarmawan mengakui, persoalan angkutan bodong menjadi pekerjaan rumah instansinya. Dia mengatakan, fenomena angkutan bodong masih menjadi duri dalam daging.
Pejabat asal Bojonegoro ini menyampaikan, selain menyalahi aturan, angkutan bodong memang membahayakan. ”Semua yang tak sesuai peruntukannya selalu ada celah celakanya,” ujar dia di ruang kerjanya, Jumat (14/1).
Peluang celaka tersebut, terang Imam, tidak hanya menimpa pengemudinya, namun juga penumpangnya. Pria kelahiran 1979 ini menerangkan, kendaraan barang yang ditumpangi orang kestabilannya cenderung rendah, bahkan rawan. Itu karena peruntukan kendaraan tersebut bagi barang atau benda mati. Bukan benda bergerak seperti manusia.
Imam terang-terangan mengatakan, kendaraan barang tak boleh dinaiki penumpang. Apalagi, kendaraan barang roda tiga yang dimodifikasi. Pertimbangannya, setiap kendaraan di jalan harus sesuai spesifikasinya, seperti tertulis di surat keterangan kendaraan.
Imam mengaku menghadapi problem dilematis dalam menertibkan angkutan bodong. Itu karena pelaku angkutan tersebut merupakan masyarakat kelas bawah. ”Itu upaya mereka (sopir angkutan bodong, Red) mencari makan,” jelasnya.
Latar belakang inilah, kata dia, yang menimbulkan perasaan iba ketika hendak menertibkan. ”Menertibkan angkutan bodong sama halnya mematikan lapangan pekerjaan seseorang,” imbuhnya.
Senada disampaikan Kasatlantas Polres Tuban AKP Arum Inambala. Dia mengatakan, setiap kali terjaring razia atau patroli kepolisian, kata dia, para pengemudi motor bergerobak yang memuat penumpang mengaku terpaksa melakukan demi urusan perut.
Arum sapaan akrabnya mengatakan, alasan inilah yang menyentuh nurani petugas di lapangan. ”Menimbulkan perasaan yang dilematis,” ungkap perwira asal Palembang itu.
Arum menjelaskan, dilema ini muncul karena sebagai petugas harus menjunjung tinggi profesionalisme. Di sisi lain, polisi juga tersentuh sisi humanisme. Menghadapi dilema tersebut, dia mengaku lebih mengutamakan tindakan yang humanis. ”Penegakan hukum secara kaku bukan menjadi pendekatan satlantas,” tegasnya.
Solusi konkret seperti apa yang ditawarkan Pemkab Tuban? Imam Isdaramawan menerangkan, pada 2021, Dinas Perhubungan (Dishub) Tuban menyiapkan sebuah program yang diharapkan mampu menyelesaikan persoalan tersebut. Program tersebut adalah pengadaan angkutan khusus pelajar. ”Sayang, tidak terealisasi,” ujar kepala Bidang Angkutan DLHHub Tuban itu.
Mengapa program tersebut gagal terealisasi? Imam tidak mengungkapkan. ”Ada satu kendala,” katanya.
Program tersebut pernah dikemukakan ke publik melalui berita Jawa Pos Radar Tuban edisi 24 Oktober 2021. Imam yang waktu itu masih menjabat Plt kepala Bidang Angkutan Dishub Tuban menjelaskan, program yang menyerap anggaran sebesar Rp 190 juta itu diharapkan bisa mengakomodir kebutuhan angkutan bagi pelajar. Angkutan yang layak dan sesuai peruntukan. Melalui program tersebut, para pelajar yang menuntut ilmu tak perlu mengeluarkan biaya alias gratis. Itu karena biaya operasional angkutan tersebut ditanggung dishub.
Dia berharap program tersebut bisa direalisasikan tahun ini. Kalau program tersebut jadi dieksekusi di tahun ini, setidaknya fenomena para pelajar yang menumpang angkutan bodong seperti yang terlihat di sepanjang jalur pantura tidak akan terulang.(sab/ds)