27.4 C
Tuban
Saturday, 23 November 2024
spot_img
spot_img

Pupuk Subsidi Langka, Momentum Revolusi ke Pupuk Organik

spot_img

Radartuban.jawapos.com – Fenomena kelangkaan pupuk subsidi seakan menjadi kebiasaan saban menjelang musim tanam. Petani sungguh sangat bergantung pada pupuk subsidi kimia. Padahal, yang demikian juga tidak baik untuk kesuburan tanah.

Sebagaimana yang disampaikan Bendahara Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Jawa Timur Aris Yulianto. Ketergantungan petani terhadap pupuk kimia telah membuat lahan pertanian di Tuban dalam kondisi “sakit”.

Menurut Aris, kadar organik lahan pertanian di Tuban menurut kajiannya rata-rata kurang dari 1 persen atau hanya tinggal nol sekian persen. Padahal, harusnya kadar organik pada tanah minimal 5 persen.

Keprihatinan HKTI terhadap kondisi lahan pertanian di Tuban yang “sakit” tersebut diamini Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan Pertanian Perikanan (DKP3) Tuban Edi Sunarto.

Baca Juga :  Faktanya Jatah Pupuk Tersedia, tapi Tak Bisa Diambil

Dikatakan dia, benar adanya bahwa pupuk kimia mengikis kadar organik pada tanah. Karena itu, dia mengajak petani di Kota Legen mulai migrasi ke pupuk organik. Sebab, hanya pupuk organik yang bisa mengembalikan kadar organik tanah yang sudah terkikis hingga di bawah satu persen.

Hanya saja, terang Edi, revolusi dari pertanian kimia ke organik tak semudah lisan berucap. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menormalkan kembali kadar tanah. Dari merubah mindset petani yang sudah kadung melekat dengan pupuk kimia membutuhkan waktu hingga menunggu kealamiahan organik tanah kembali normal setelah “sakit” akibat pupuk kimia.

‘’Intinya, revolusi pertanian kimia ke organik ini butuh komitmen amat serius. Petani harus mau menerima banyak konsekuensi,’’ tuturnya.

Baca Juga :  Sejahterakan Nelayan, Gali Nilai Tambah Sektor Perikanan

Selain waktunya yang relatife lama, Edi menerangkan, salah satu konsekuensi dari pertanian organik adalah produksi atau hasil panen tanaman tidak bisa semelimpah ketika menggunakan pupuk subsidi. Itu karena pupuk organik menumbuhkan tanaman secara alami benar, tanpa injeksi atau akselerasi.

Dia melanjutkan, sejak pertanian organik ini mulai populer beberapa tahun terakhir, masyarakat yang behasil bermigrasi ke pertanian organik secara maksimal baru ditemukan di Desa Karangtinoto, Kecamatan Rengel.

‘’Selain di situ, masih belum maksimal,’’ bebernya. (sab/tok)

Radartuban.jawapos.com – Fenomena kelangkaan pupuk subsidi seakan menjadi kebiasaan saban menjelang musim tanam. Petani sungguh sangat bergantung pada pupuk subsidi kimia. Padahal, yang demikian juga tidak baik untuk kesuburan tanah.

Sebagaimana yang disampaikan Bendahara Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Jawa Timur Aris Yulianto. Ketergantungan petani terhadap pupuk kimia telah membuat lahan pertanian di Tuban dalam kondisi “sakit”.

Menurut Aris, kadar organik lahan pertanian di Tuban menurut kajiannya rata-rata kurang dari 1 persen atau hanya tinggal nol sekian persen. Padahal, harusnya kadar organik pada tanah minimal 5 persen.

Keprihatinan HKTI terhadap kondisi lahan pertanian di Tuban yang “sakit” tersebut diamini Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan Pertanian Perikanan (DKP3) Tuban Edi Sunarto.

Baca Juga :  Faktanya Jatah Pupuk Tersedia, tapi Tak Bisa Diambil

Dikatakan dia, benar adanya bahwa pupuk kimia mengikis kadar organik pada tanah. Karena itu, dia mengajak petani di Kota Legen mulai migrasi ke pupuk organik. Sebab, hanya pupuk organik yang bisa mengembalikan kadar organik tanah yang sudah terkikis hingga di bawah satu persen.

- Advertisement -

Hanya saja, terang Edi, revolusi dari pertanian kimia ke organik tak semudah lisan berucap. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menormalkan kembali kadar tanah. Dari merubah mindset petani yang sudah kadung melekat dengan pupuk kimia membutuhkan waktu hingga menunggu kealamiahan organik tanah kembali normal setelah “sakit” akibat pupuk kimia.

‘’Intinya, revolusi pertanian kimia ke organik ini butuh komitmen amat serius. Petani harus mau menerima banyak konsekuensi,’’ tuturnya.

Baca Juga :  Wujud Sinergi dan Kolaborasi dengan Berbagai Pihak

Selain waktunya yang relatife lama, Edi menerangkan, salah satu konsekuensi dari pertanian organik adalah produksi atau hasil panen tanaman tidak bisa semelimpah ketika menggunakan pupuk subsidi. Itu karena pupuk organik menumbuhkan tanaman secara alami benar, tanpa injeksi atau akselerasi.

Dia melanjutkan, sejak pertanian organik ini mulai populer beberapa tahun terakhir, masyarakat yang behasil bermigrasi ke pertanian organik secara maksimal baru ditemukan di Desa Karangtinoto, Kecamatan Rengel.

‘’Selain di situ, masih belum maksimal,’’ bebernya. (sab/tok)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img

Terpopuler

spot_img

Artikel Terbaru

spot_img
spot_img