Namun, hal itu diurungkan karena khawatir mencemarkan institusi yang disambati.
‘’Itu yang membuat kita ewuh pekewuh,’’ ujarnya.
Selama tiga tahun lumpuh, Benny mengaku hanya beberapa teman seangkatannya di Persema yang membantu. Khususnya ketika dia dan anak-istrinya sambang ke Malang, kampung istrinya setelah terapi di daerah tersebut.
‘’Teman-teman kumpul dan menjenguk. Tanya kabar dan membantu pengobatan,’’ imbuhnya.
Berbeda dengan teman-teman seangkatannya di Tuban. Benny mengungkapkan, mereka tak pernah sekalipun menjenguknya.
Kalau Sembuh, Bercita-cita Tularkan Ilmu Strikernya
‘’Striker itu tidak ada ilmu pastinya, karena seorang stiker itu insting. Jadi kesempatan sekecil apa pun bisa berbuah gol,’’ ujar Benny menggambarkan sosok seorang penyerang.
Setiap kali membahas bola, top skor Liga Divisi 1 2004 dan 2005 itu seolah mendapat energi baru. Meski sulit bicara, dia berusaha mengungkapkan dengan kalimat yang cedal nan lirih.
Kelumpuhan yang diderita selama tiga tahun ternyata tak mampu mematikan semangatnya untuk mencintai bola.
Benny menceritakan, dirinya bisa memiliki insting gol yang tajam karena di masa mudanya selalu mengasah kemampuannya secara otodidak. Salah satu menunya adalah berlatih seorang diri di lapangan kampungnya mulai pukul 10 hingga 12 siang.
‘’Selama dua jam itu, saya menendang bola ke gawang berkali-kali,’’ ujarnya.
Latihan tersebut, kata pria 45 tahun itu, mampu mempertajam kemampuannya dalam olah bola hingga mencetak gol. Tak heran ketika dirinya memperkuat Thor, tim di kampungnya selalu berhasil mengantarkan menjadi juara dalam sejumlah kompetisi di Tuban.