Kegiatan menenangkan diri atau lebih dikenal dengan istilah healing kerap dilakukan para milenial. Para healinger mengaku penyembuhan psikologi mampu merilekskan perasaan. Utamanya ketika dilanda sebuah persoalan.
———————————————————
PARA milenial belum lama mengenal istilah healing. Diperkirakan baru sekitar dua tahun terakhir. Adapun pemicunya adalah beredarnya pengetahuan tentang psikologi di media sosial secara masif.
Salah satu healingers Laila Maulidyah menyampaikan, istilah healing dikenalnya di Tik-Tok dan Twitter yang sempat menjadi trending issue. Berkat trending tersebut, Laila sapaannya mengatakan, istilah healing dikenal banyak orang.
‘’Ternyata dilakukan banyak orang juga,’’ ujarnya saat diwawancarai Jawa Pos Radar Tuban.
Dara 21 tahun ini menuturkan, meski healing dialami banyak orang, namun rata-rata kegiatan menenangkan diri tersebut banyak dilakukan kaum perempuan. Menurut dia, kaum hawa merupakan makhluk yang melankolis. Jadi, pikiran yang memenatkan dan
perasaan yang menggebu harus segera dicarikan jalan keluarnya. Salah satunya
melalui healing tersebut.
‘’Kalau lakilaki biasanya cuek sama pikiran dan perasaan,’’ tuturnya sambil tertawa.
Perempuan hobi menyanyi ini mengaku healing-nya kerap dilakukan sendiri di tepi pantai. Menurut dia, pantai merupakan tempat yang sangat cocok untuk healing. Itu karena ketika di pantai, dirinya mampu melihat keluasan laut. Perempuan asal Desa
Montongsekar, Kecamatan Montong ini mengungkapkan, hamparan samudra
menginspirasinya dalam menyikapi problema.
‘’Meluaskan hati seperti laut. Menyabarkan dan menerimakan masalah dengan tenang,’’ bebernya.
Bagi mahasiswi Institut Ilmu Kesehatan Nahdlatul Ulama (IIKNU) Tuban ini, pantai adalah tempat pertama yang diingat sekaligus dituju ketika pikiran dan perasaannya mengalami problem.
Ernita Fitriani, healingers lain mengungkapkan, sering melakukan healing di pantai. Dara kelahiran 26 November 1999 ini mengatakan, pantai merupakan tempat yang cocok karena semilir anginnya menenteramkan kalbu.
‘’Paduan embusan angin menyentuh tubuh dan desau bunyi angin itu sungguh menenangkan,’’ tuturnya.
Karena itu, Nita sapaannya menyampaikan, situasi di pantai memang sangat manjur dalam memberikan efek psikologi dan emosional yang positif. Selain itu, tepi laut merupakan tempat yang paling relevan baginya.
Sebagai orang Tuban, dia tidak perlu jauh-jauh untuk mencapainya. Perempuan yang tinggal di lingkungan Widengan, Kelurahan Gedungombo, Kecamatan Semanding ini melanjutkan, gunung juga tempat healing yang cocok. Namun, jaraknya yang relatif jauh dari Tuban menjadi pertimbangannya.
‘’Ke gunung pas liburan saja,’’ imbuhnya.
Bagi Nita, healing paling sering dilakukan ketika pikiran-perasaannya penat akibat pekerjaan. Mahasiswi yang sedang mengerjakan tugas akhir ini terang-terangan mengatakan, untuk mendapat gelar sarjana keperawatan, tekanannya cukup berat. Terlebih, kepenatan yang muncul kerap merembet pada kelelahan fisik.
‘’Badan pun ikut capek. Bukan hanya psikologi saja,’’ ujarnya.
Perempuan yang hobi membaca dan mengoleksi novel ini menambahkan, kendala dalam melakukan healing adalah luangnya waktu. Nita mengatakan, dirinya kerap menghadapi dilema berat jika kebutuhan healing yang sudah mendesak tersebut berbenturan dengan banyaknya tugas urnal, proposal, dan berbagai tugas kuliah lain.
Menurut dia, keduanya sama-sama penting. Namun, berkat kebijaksanaannya
memilih, Nita mengaku me ngedepankan rampungnya tugas-tugas lebih dulu.
‘’Agar ketika healing pikiran dan perasaan be tul- betul plong,’’ ujarnya.
Setiap healing, gadis berkerudung ini mengaku menyesuaikan kondisi. Itu karena kebutuhan healing sangat ditentukan dengan keinginan hati. Jika hati ingin healing sendirian, maka dia tidak akan menghubungi atau mengajak siapa pun. Namun, jika hatinya ingin ada sosok teman dalam healing-nya, dia mencari teman untuk mendampingnya di tempat tujuan.
‘’Soal pendamping atau tanpa pendamping itu menyesuaikan saja,’’ jelasnya tersipu malu. (sab/ds)