Nama Mbah Salmo mendadak viral di media sosial (medsos). Itu setelah warga Desa Guwoterus, Kecamatan Montong ini dilaporkan ke polisi oleh kepala desanya karena protes tak mendapat bantuan sosial (bansos) dari pemerintah. Diduga salah satu pemicu laporan tersebut karena beda pilihan pada pilkades 2019.
DI USIANYA yang sudah terbilang senja, 62 tahun, Mbah Salmo cukup aktif di medsos. Terutama Facebook (FB). Kakek lima anak, lima cucu, dan dua cicit ini mengaku belajar medsos dari anak bungsunya yang masih kelas XII SMA. Setelah memahami seputar medsos, sebagian rutinitasnya diunggah ke platform jejaring sosial tersebut. Termasuk saat protes kepada pemerintah desa setempat karena tidak mendapatkan bantuan.
Justru protesnya dia yang diunggah ke FB tersebut berbuntut kasus hukum. Mbah Salmo sudah memenuhi panggilan pertama polisi pada Selasa (12/7) setelah dilaporkan Pudji, kadesnya sendiri. Pada pemeriksaan di Polsek Montong, dia terang-terangan menjelaskan tujuannya mengeluh di FB karena ingin mendapat bansos.
‘’Saya sebagai warga miskin punya hak untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah,’’ tuturnya saat ditemui Jawa Pos Radar Tuban di rumahnya kemarin (13/7).
Desa Guwoterus berada di selatan pusat kota kabupaten. Jaraknya sekitar 30 kilometer. Rumah Mbah Salmo berada di bawah tebing Pegunungan Guwoterus. Persisnya di tikungan tebing. Dia tinggal di sebuah bangunan semipermanen yang sekaligus dipakai usaha warung. Bangunan tersebut menempati lahan milik Perhutani yang disewa Rp 100 ribu per bulan.
‘’Saya tidak punya lahan lain, tempat tinggal ini berdiri di atas tanah negara yang saya sewa,’’ ungkapnya.
Pria yang sejak kecil lahir dan besar di Guwoterus ini mengaku kenal Pudji, kades yang melaporkannya ke polisi sejak lama. Bahkan, pada periode pertama pencalonan Pudji pada 2013 lalu, Mbah Salmo merupakan anggota tim pemenangannya. Pada periode kedua, dia mendukung calon lain. Calon yang didukungnya pun kalah pada pilkades serentak 2019 lalu.
‘’Sejak beda pilihan, keluarga saya di-satru (dimusuhi, Red) Pudji,’’ ujarnya.
Mbah Salmo merasa sebagian haknya dipangkas setelah beda pilihan. Dia terang-terangan mengatakan banyak warga mampu yang mendapatkan bansos. Sedangkan dirinya yang hanya menggantungkan hidup dari warung kopi sama sekali tak pernah mendapatkan bantuan. Beberapa kali dia mengeluh ke balai desa, namun tak digubris.
‘’Karena tidak mendapat jawaban, saya protes ke Facebook,’’ kata suami Dartik ini yang mengaku sengaja menulisnya dengan kalimat yang pedas.
Mbah Salmo menyadari komentarnya di FB tersebut kurang pantas. Namun, di balik kenekatan tersebut tak lepas dari kekesalannya yang tidak pernah membuahkan hasil setiap kali melapor ke balai desa.
Salah satu komentar Mbah Salmo yang dinilai menghujat perangkat desa di FB di-screenshoot salah satu seorang staf pemdes setempat. Komentar inilah yang jadi bahan laporan kepala desa ke Satreskrim Polres Tuban. Komentarnya yang dinilai menghina itu dilontarkan setelah postingan permintaan bansos melalui group Facebook tidak membuahkan hasil.
‘’Kalau keluhan saya ditanggapi, mungkin saya tidak sampai mengomentari itu,’’ ucapnya. (yud/ds)