Radartuban.jawapos.com – Penerapan Program Proyek Operasi Nasional Agrarian (Prona) di Tuban tak sepenuhnya berjalan mulus. Praktik di lapangan, banyak sertifikat warga yang justru diduga hilang. Pemicunya diduga karena pemerintah desa (pemdes) belum memiliki sistem administrasi yang baik ketika pengurus pendaftaran Prona.
Seperti dialami Ari Mulyadi, 27, warga Desa Penambangan, Kecamatan Semanding. Sertifikat tanah seluas 1.800 meter miliknya yang diurus melalui program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) tersebut diduga hilang. Sejak diurus pada 2017, sertifikat tanah atas nama Warsiyem, ibunya belum diterima.
Ari menduga sertifikat tersebut hilang atau digelapkan oleh oknum yang terlibat dalam tim PTSL. Kepada Jawa Pos Radar Tuban, pekerja bangunan ini menjelaskan, pada lahan yang disertifikatkan tersebut berdiri bangunan yang ditempati sejak kecil. Pada 2017, rumah tersebut baru didaftarkan program Prona dengan membayar Rp 500 ribu kepada pemdes.
Dari ratusan masyarakat desa yang mengurus Prona gelombang pertama pada 2017 dan gelombang kedua 2018, hanya sertifikat milik ibunya yang belum jadi. Selama lima tahun sertifikat tersebut hilang, Ari tak tinggal diam. Dia sudah puluhan kali mendatangi kantor pemdes setempat, kantor Kecamatan Semanding, dan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tuban. Namun, jawaban dari institusi pemerintah tersebut sama. Ari diminta bersabar sampai waktu yang belum jelas.
‘’Lima tahun pemdes dan BPN selalu minta kami bersabar tanpa kepastian yang jelas,’’ tutur dia kecewa.
Setelah kesabarannya habis, Ari membuat aduan terkait kejanggalan pengurusan Prona tersebut ke Satreskrim Polres Tuban kemarin (15/9) siang. Ari juga membawa bukti screenshoot aplikasi BPN yang menjelaskan bahwa sertifikat Prona atas nama ibunya sudah terbit dan diserahkan sejak 2018.
Saat mengadu, penyidik menyarankan Ari un tuk melengkapi bukti lainnya.
‘’Saat saya tanyakan, pemdes selalu berkelit mengaku tidak tahu,’’ ujar anak pertama dari dua bersaudara itu.
Ari mengatakan, berbagai upaya sudah dilakukan. Termasuk menanyakan kepada siapa sertifikat tersebut diserahterimakan dari BPN ke pemdes. Namun, BPN maupun pemdes tak memberi jawaban pasti.
Kedua institusi tersebut, lanjut Ari, juga sama-sama berkelit dan mengaku tidak tahu keberadaan sertifikat tanah seluas lebih dari 1.800 meter persegi tersebut.
‘’Kalau institusi yang mengurus bilang tidak tahu, saya harus bagaimana?’’ ucapnya.
Dikonfirmasi terkait hal tersebut, Kepala BPN Tuban Roy Eduard Fabian Wayoi mengaku perlu mengetahui kronologi jelas dari yang bersangkutan. Dia meminta pelapor mengadu dan menghadap langsung kepada dirinya untuk mendengar cerita awal hilangnya sertifikat tersebut.
Menurut Roy, jika cerita yang dijelaskan lengkap, persoalan sertifikat tanah bisa diselesaikan secepatnya.
‘’Saya akan tindak jika sudah mengetahui kronologi lengkap dari yang bersangkutan,’’ ujarnya. (yud/ds)