KORBAN investasi bodong yang didominasi kaum hawa menimbulkan pertanyaan. Mengapa itu bisa terjadi? Hipotesis apa yang sementara ini bisa digunakan untuk mengungkap hal tersebut?
Konselor psikologi Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dinspos P3A PMD) Tuban Khusnul mengatakan, diduga kuat hal tersebut dipengaruhi kecenderungan hasrat ikut-ikutan dan menuruti kepuasan. ”Istilahnya konformitas dan konsumtif,” ujarnya saat dihubungi Jawa Pos Radar Tuban kemarin (17/1).
Kay sapaan akrabnya menyampaikan, dua perasaan tersebut diduga kuat telah mendorong para kaum hawa terjerumus investasi bodong. Dan, konformitas merupakan pengaruh dari pergaulan tersebut. Itu karena perempuan sangat gampang terpengaruh teman sepergaulannya. ”Secara psikologi, hal tersebut bisa dimaklumi sebagai pengaruh aktivitas hormonal,” ujar Kay.
Dia menambahkan, perasaan ikut-ikutan biasanya seringkali tidak dibarengi dengan pertimbangan yang matang. Praktis, jika satu perempuan keliru memilih sesuatu, teman sepergaulan perempuan itu pun berpotensi ikut salah pula.
Lebih lanjut sarjana psikologi ini mengatakan, perempuan memang tidak bisa disamakan dengan laki-laki dalam hal konformitas. ”Lelaki cenderung lebih cuek,” ujarnya.
Selain hasrat ikut-ikutan, perilaku konsumtif perempuan juga diduga menjadi penyebab. Pasalnya, perilaku konsumtif itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Alumni Universitas Negeri Surabaya ini melanjutkan, dalam mendapatkan biaya untuk memuaskan perilaku konsumtif tersebut perempuan mempunyai cara sendiri.
Praktis, perempuan yang memiliki dua indikator (tak kaya dan tak bekerja) akan pontang-panting mencari biaya demi perilaku konsumtifnya. Perempuan 24 tahun ini menjelaskan, ketika pontang-panting itulah biasanya mereka menggunakan cara instan, bahkan negatif.
”Melihat kasusnya, korban investasi bodong merupakan penyelesaian perempuan dengan cara instan,” ujarnya. (sab/ds)