Radartuban.jawapos.com – Santriwati berinisial M, 14, yang diduga dihamili pria berinisial AH, 21, anak kiai tempat M mengaji menolak melapor ke polisi. Santriwati yang tinggal di salah satu desa di Kecamatan Plumpang ini memilih jalan kekeluargaan—dinikahi dengan pelaku meski sudah melahirkan bayi laki-laki pada Selasa (19/7) lalu.
Kelahiran seorang anak tanpa bapak itu pertama kali viral di grup media sosial Facebook. Beredar kabar kelahiran bayi dengan berat 2,9 kilogram (kg) itu karena dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh anak kiai pemilik pondok pesantren di Kecamatan Plumpang.
Kepastian tidak melaporkan kasus dugaan pemerkosaan ke pihak berwajib tersebut, kemarin (23/7) disampaikan Kasatreskrim Polres Tuban AKP M. Gananta. Dikatakan dia, satuannya sudah mendatangi keluarga korban pada Jumat (22/7) malam untuk memastikan kabar tersebut. Namun, setelah mediasi yang berlangsung larut malam, muncul keputusan bahwa keduanya—korban dan pelaku akan dinikahkan.
Disampaikan Gananta, saat petugas mendatangi lokasi, keluarga korban menolak untuk melaporkan kasus tersebut ke polisi. Menurut perwira dengan pangkat balok tiga di pundaknya ini, AH dan M sudah menjalin hubungan sekitar satu tahun. Sehingga keluarga M meminta pertanggungjawaban untuk menikahkan anaknya dengan AH, putra kiai tersebut. ‘’Persetubuhan yang dilakukan AH dan M didasari suka sama suka, hingga kemudian diketahui orang tua santriwati kalau anaknya hamil,’’ tutur dia.
Mantan Kasatreskrim Polres Tanjung Perak ini mengatakan, orang tua AH menyanggupi untuk tanggung jawab dengan menikahkan anaknya. Keseriusan pengasuh ponpes tersebut ditunjukkan dengan mendaftar pernikahan ke pengadilan agama pada 22 Juli lalu. Selanjutnya, pernikahan dilakukan kemarin (23/7) malam di lingkungan ponpes. ‘’Sambil menunggu surat resmi dari pengadilan agama keluar, pernikahan siri antara keduanya dilakukan malam ini (kemarin malam, Red),’’ lanjut Gananta.
Mantan Kepala Unit Reg Ident Satlantas Polres Tuban ini mengatakan, AH dan M menjalin hubungan pacaran sejak satu tahun terakhir. Keduanya sering keluar bersama untuk nongkrong atau jalan-jalan. Sehingga, sulit dibuktikan persetubuhan yang berujung kelahiran seorang bayi itu adalah bentuk tindak kekerasan seksual. ‘’Hubungan yang terjadi dilandasi suka sama suka, belum ada indikasi tindak kekerasan seksual,’’ ungkapnya.
Gananta menjelaskan pihak keluarga M juga sudah membuat surat pernyataan tertulis yang isinya meminta kasus persetubuhan anaknya dengan anak kiai tidak diproses hukum. Sebab, dari kasus tersebut sudah ada jalan keluar yang diselesaikan secara kekeluargaan. ‘’Dari keluarga laki-laki maupun perempuan tidak ada yang menyatakan keberatan dengan mediasi kekeluargaan ini,’’ ungkap perwira kelahiran Bojonegoro ini.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Tuban, ponpes yang geger karena kasus dugaan pencabulan anak kiai tersebut baru berdiri sekitar satu tahun. Sebelumnya, ponpes tersebut hanyalah tempat mengaji anak-anak SD. Setelah berbentuk yayasan, ponpes tersebut ramai menerima santri. M, adalah satu dari puluhan santriwati yang menimba ilmu di tempat tersebut. (yud/tok)