Radartuban.jawapos.com – Penyakit tuberculosis (TBC) di Tuban masih menjadi ancaman serius. Saban tahun, jumlah penderita penyakit yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis ini menunjukkan peningkatan signifikan.
Pada 2022 lalu, misalnya. Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Tuban mencatat, jumlah penderita TBC di Bumi Ronggolawe tembus hingga 1.900 kasus lebih, atau rata-rata lima kasus dalam sehari Angka tersebut naik lebih dari dua kali lipat dibanding 2021 yang tercatat sekitar 800 kasus. Sementara data Januari hingga Maret 2023 ini belum terekap.
Meski demikian, tren kasusnya diprediksi tidak jauh beda dari tahun lalu. ‘’Tapi berapa pastinya, kami belum bisa menyampaikan, karena belum direkap,’’ kata Kepala Dinkes P2KB Tuban Bambang Priyo Utomo kepada Jawa Pos Radar Tuban kemarin (21/3).
Diakui Bambang, pesebaran penyakit infeksi paru-paru ini memang cukup masih. Bahkan, kemungkinan jumlahnya lebih banyak dari yang tercatat Dinkes P2KB. Sebab, tidak semua penderita TBC terdeteksi dan tertangani. Dan karena tidak terdeteksi itulah, sehingga penyakit TBS dengan cepat menular. ‘’Karena tidak tahu, sehingga menularkan ke yang lain. Baru tahu menderita TBC ketika dilakukam pemeriksaan kesehatan,’’ ungkapnya.
Oleh sebab itu, terang mantan Kepala Puksesmas Tambakboyo ini, semakin banyak kasus TBC ditemukan, sebenarnya semakin baik. Dengan begitu, para penderita bisa tertangani secara intensi dan memiliki filter agar tidak menular ke yang lain. ‘’Kalau semua penderita TBC tertangani, otomatis penularan TBC akan menurun. Sehingga dengan sendirinya penyakit ini bisa berkurang,’’ ujarnya.
Bambang meneruskan, sejauh ini pihaknya sudah sekuat tenaga berupaya mengendalikan laju pesebaran penyakit yang menular melalui droplet atau bekas makanan penderita TBC itu. Di lapangan, gencar dilakukan tracing dan sosialiasi ke masyarakat agar TBC dapat dicegah. ‘’Kami juga minta partisipasi masyarakat. Siapa pun mengalami gejala TBC, segeralah memeriksa diri di puskesmas agar terdeteksi dan tertangani, sehingga tidak menular ke yang lain,’’ tandasnya.
Ihwal penanganan, dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang ini mengutarakan, pihaknya menangani para penderita TBC secara gratis sampai sembuh. ‘’Para penderita TBC mendapat perawatan dan obat dari puskesmas secara gratis selama enam bulan atau dinyatakan sudah sembuh. Begitu prosedurnya,’’ tegas pejabat berdomisili di Desa Kenanti, Kecamatan Tambakboyo itu.
Lebih lanjut, kepala dinas kelahiran 1963 ini mengemukakan, kendati TBC di Kabupaten Tuban masih marak, sejauh ini para penderita ditangani pihaknya nihil yang meninggal dunia. Sebaliknya, rerata para penderita penyakit dimaksud berhasil sembuh karena para penderita TBC terbilang patuh. ‘’Mereka berkenan rutin mendapat perawatan dari puskesmas. Mau minum obat TBC secara teratur,’’ pungkasnya. (sab/tok)