TUBAN, Radar Tuban – Sekretaris Dinkes P2KB Tuban Lulut Purwanto menyampaikan, sepanjang Januari lalu, total pasien DBD yang terdata di institusinya sebanyak 96 kasus. Dari angka tersebut, dua di antaranya meninggal dunia. Sementara bulan ini, terhitung sejak 1-21 Februari tercatat 34 kasus. Dari data yang masuk ke dinkes P2KB, belum ada pasien yang meninggal.
‘’Untuk laporan pasien meninggal baru Januari lalu,’’ terang mantan kasi kesehatan masyarakat (kesmas) dinkes itu.
Praktis, sepanjang dua bulan terakhir, menurut catatan dinkes P2KB, sudah tiga pasien DBD yang meninggal dunia. Bertambahnya jumlah pasien DBD yang meninggal dunia menjadi catatan serius bagi institusi tersebut. Karenanya, langkah-langkah taktis pun terus dilakukan. Termasuk kegiatan fogging, semakin masif dilakukan.
Namun, pejabat lulusan diploma IV gizi masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Indinesia (FKUI) ini menegaskan, kewaspadaan tinggi terhadap persebaran nyamuk Aedes aegypti ini tidak cukup hanya mengandalkan fogging.
Pejabat yang gemar berpantun ini menegaskan, pengasapan adalah langkah terakhir. Menurutnya, yang lebih diutamakan dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) adalah pola hidup bersih melalui 3M plus. Yakni, menguras, menutup, mengubur, dan plus—menghindari gigitan nyamuk, tidur memakai kelambu, memakai obat nyamuk, menabur abate/ikan pemakan jentik nyamuk, dan menata baju gantungan, serta tetap memerhatikan pola hidup sehat.
‘’Ibaratnya, jangan sampai membersihkan lantai yang kotor, tapi malah lalai membenahi genting yang bocor. Paradigma sehat harus lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif. Tentu tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif,’’ tegas Lulut.
Paradigma tersebut sejalan dengan teori klasik HL Bloom, yang menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat itu sangat dipengaruhi oleh perilaku sebanyak 35 persen dan lingkungan 45 persen. Karena itu, persenjataan utama dalam menangkal segala bentuk penyakit atau virus adalah pola hidup bersih dan sehat (PHBS). (tok/ds)