MOLORNYA pengumuman hasil seleksi anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kabupaten/kota se-Indonesia seakan mengonfirmasi bahwa tugas pengawasan tidak begitu penting.
Analoginya sederhana: setiap yang menganggap bahwa salat lima waktu adalah kewajiban dan penting, maka akan segera ditunaikan.
Minimal sebelum berakhirnya waktu salat. Sebaliknya, jika salat lima waktu dianggap tidak wajib, jangankan greget untuk segera menunaikan, menjelang berakhirnya waktu salat pun sepertinya akan tenang-tenang saja.
Yang masih kerja, lanjut kerjanya; yang rapat, lanjut rapatnya; yang lagi ngopi; lanjut ngopinya; dan yang lagi dunungan—tarik-ulur menentukan lima nama dari sepuluh besar calon anggota Bawaslu kabupaten/kota, gas… lanjut dunungannya.
Soal masa jabatan komisioner Bawaslu periode 2018-2023 yang resmi berakhir per Senin, 14 Agustus 2023, seakan tak lagi penting.
Biar. Biar untuk sementara vacuum of power. Toh sejak awal Bawaslu RI sudah “mengonfirmasi”… Pasalnya, keterlambatan pengumuman hasil seleksi anggota Bawaslu kabupaten/kota ini tidak hanya sekali.
Sejauh penulis ingat, keterlambatan pengumuman hasil seleksi sudah berlangsung tiga kali ini, tepatnya sejak masih berproses di level tim seleksi (timsel). Dimulai dari pengumunan 20 besar yang molor beberapa hari, kemudian 10 besar molor lagi, dan sekarang 5 lima besar kembali molor. Hattrick.
Merujuk proses seleksi. Sedianya, penentuan anggota Bawaslu RI cukup simpel. Tugasnya tinggal mengonfirmasi atas hasil seleksi yang dilakukan timsel.
Jika kita berpikir ideal: apa susahnya menentukan nama satu sampai lima peserta berdasar nilai terbaik hasil seleksi timsel. Sekali lagi, jika semua berangkat dari idealisme, maka hal demikian—pengumuman yang berlarut-larut tidak mungkin terjadi.
Toh mandat seleksi sudah diberikan kepada timsel. Dan tugas Bawaslu RI hanya mengonfirmasi. Jika hasil penilaian timsel tidak dianggap, lalu ngapain mem bentuk timsel dan menelan banyak anggaran.
Meski sebelumnya Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja telah membantah bahwa keterlambatan proses seleksi ini karena tarik-ulur kepentingan politik (Jawa Pos, 15/8).
Namun, dengan keterlambatan pengumuman yang telah melampaui batas—hingga berakhirnya masa jabatan komisioner Bawaslu periode sebelumnya, dan menyebabkan lembaga pengawas pemilu tingkat kabupaten ini vacuum of power, maka situasi ini semakin menguatkan asumsi publik ihwal tarik-ulur kepentingan politik—kelompok tertentu.
Meski begitu, saya enggan menyebut bahwa hal demikian adalah rahasia umum. Tidak. Kita positif thinking saja. Bahwa yang terpilih nanti murni berdasar nilai tertinggi hasil seleksi.
Bukan lobi. Udahlah, berpikir positif saja. Sebab hanya Tuhan dan “mereka-mereka” saja yang tahu. (*)