Saya sering kali mendapat pertanyaan sederhana ihwal rutinitas saya dalam menulis kolom. Satu di antara pertanyaan itu: Dari mana saya mendapat ide menulis?
Bagi yang tidak terbiasa, hal tersulit untuk memulai menulis memang menemukan ide.
Dan itu wajar. Sejauh pengalaman saya, ide datang dari kebiasaan kita dalam membaca, baik secara teks maupun konteks, dan diskusi.
Seseorang yang terbiasa membaca dan diskusi akan mudah menemukan ide. Selanjutnya, tinggal keberanian kita menuangkan ide menjadi tulisan.
Pun dalam kolom sederhana ini, saya menemukan ide dari diskusi. Berawal dari seorang kawan melempar pernyataan tentang orang-orang yang selalu gelisah, hingga muncul sebuah diksi: berkesadaran.
Kita tahu, belakangan ini jamak orang gelisah melihat hilangnya etika dalam berpolitik demi mempertahankan kekuasaan.
Ratusan guru besar dari puluhan perguruan tinggi menyampaikan seruan moral kepada Presiden Jokowi agar berhenti menyalahgunakan jabatan untuk melanggengkan kekuasaan.
Contoh lain, banyak praktisi politik merasa prihatin melihat money politics yang semakin membudaya, namun tidak ada upaya konkret dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Pada taraf yang lain, para pegiat literasi juga merasakan kegelisahan melihat generasi kiwari yang minim minat baca.
Dan masih banyak contoh kegelisahan-kegelisahan lain.
Pertanyaan sekarang: Mengapa mereka gelisah? Apa yang membuat mereka harus gelisah? Jawabannya, karena mereka berkesadaran.
Orang yang berkesadaran selalu berupaya memikirkan hal ideal. Dan hal ideal itu untuk kepentingan bersama.
Mengapa para guru besar gelisah melihat luruhnya etika dalam berpolitik, itu karena mereka sadar bahwa etika di atas segalanya.
Bangsa beradab adalah bangsa yang menjunjung tinggi etika. Dan itu harus tercermin dari para elite bangsa ini, sehingga generasi muda memiliki teladan yang baik.
Artinya, orang berkesadaran adalah orang-orang yang memikirkan kepentingan bersama.
Pun dengan para praktisi politik, mereka gelisah karena mereka sadar bahwa money politics sangat tidak mendidik dan merusak demokrasi.
Mereka cemas, karena mereka memikirkan nasib generasi yang akan datang.
Setali tiga uang dengan pegiat literasi. Mereka juga mengalami kecemasan yang luar biasa melihat minimnya minat baca generasi kiwari.
Mengapa mereka gelisah, karena mereka memiliki kesadaran bahwa membaca adalah investasi jangka panjang yang tidak bisa dielakkan.
Orang-orang hebat lahir dari kebiasaan gemar membaca. Iqra.
Ketika ditarik dalam konteks yang lebih personal, orang berkesadaran adalah orang memikirkan tanggung jawabnya untuk kepentingan bersama.
Ketika seseorang memiliki jabatan sebagai manajer di sebuah perusahaan, bagi orang yang berkesadaran akan selalu memikirkan nasib setiap karyawan dan keberlangsungan perusahaan. Bukan individual, apalagi memperkaya diri.
Orang berkesadaran akan selalu gelisah untuk menghadirkan keadaan yang lebih baik dan untuk kepentingan bersama. Bukan berdiam diri. (*)