26.5 C
Tuban
Friday, 18 April 2025
spot_img
spot_img

Pupuk Subsidi Langka, Momentum Revolusi ke Pupuk Organik

Radartuban.jawapos.com – Fenomena kelangkaan pupuk subsidi seakan menjadi kebiasaan saban menjelang musim tanam. Petani sungguh sangat bergantung pada pupuk subsidi kimia. Padahal, yang demikian juga tidak baik untuk kesuburan tanah.

Sebagaimana yang disampaikan Bendahara Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Jawa Timur Aris Yulianto. Ketergantungan petani terhadap pupuk kimia telah membuat lahan pertanian di Tuban dalam kondisi “sakit”.

Menurut Aris, kadar organik lahan pertanian di Tuban menurut kajiannya rata-rata kurang dari 1 persen atau hanya tinggal nol sekian persen. Padahal, harusnya kadar organik pada tanah minimal 5 persen.

Keprihatinan HKTI terhadap kondisi lahan pertanian di Tuban yang “sakit” tersebut diamini Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan Pertanian Perikanan (DKP3) Tuban Edi Sunarto.

Baca Juga :  Dilarang Jual Tuak, Mercon, dan Pergelaran Musik selama Bulan Suci

Dikatakan dia, benar adanya bahwa pupuk kimia mengikis kadar organik pada tanah. Karena itu, dia mengajak petani di Kota Legen mulai migrasi ke pupuk organik. Sebab, hanya pupuk organik yang bisa mengembalikan kadar organik tanah yang sudah terkikis hingga di bawah satu persen.

Hanya saja, terang Edi, revolusi dari pertanian kimia ke organik tak semudah lisan berucap. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menormalkan kembali kadar tanah. Dari merubah mindset petani yang sudah kadung melekat dengan pupuk kimia membutuhkan waktu hingga menunggu kealamiahan organik tanah kembali normal setelah “sakit” akibat pupuk kimia.

‘’Intinya, revolusi pertanian kimia ke organik ini butuh komitmen amat serius. Petani harus mau menerima banyak konsekuensi,’’ tuturnya.

Baca Juga :  Akhirnya Kapolres Tuban Minta Maaf, Polisi yang Arogan Dimutasi

Selain waktunya yang relatife lama, Edi menerangkan, salah satu konsekuensi dari pertanian organik adalah produksi atau hasil panen tanaman tidak bisa semelimpah ketika menggunakan pupuk subsidi. Itu karena pupuk organik menumbuhkan tanaman secara alami benar, tanpa injeksi atau akselerasi.

Dia melanjutkan, sejak pertanian organik ini mulai populer beberapa tahun terakhir, masyarakat yang behasil bermigrasi ke pertanian organik secara maksimal baru ditemukan di Desa Karangtinoto, Kecamatan Rengel.

‘’Selain di situ, masih belum maksimal,’’ bebernya. (sab/tok)

Radartuban.jawapos.com – Fenomena kelangkaan pupuk subsidi seakan menjadi kebiasaan saban menjelang musim tanam. Petani sungguh sangat bergantung pada pupuk subsidi kimia. Padahal, yang demikian juga tidak baik untuk kesuburan tanah.

Sebagaimana yang disampaikan Bendahara Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Jawa Timur Aris Yulianto. Ketergantungan petani terhadap pupuk kimia telah membuat lahan pertanian di Tuban dalam kondisi “sakit”.

Menurut Aris, kadar organik lahan pertanian di Tuban menurut kajiannya rata-rata kurang dari 1 persen atau hanya tinggal nol sekian persen. Padahal, harusnya kadar organik pada tanah minimal 5 persen.

Keprihatinan HKTI terhadap kondisi lahan pertanian di Tuban yang “sakit” tersebut diamini Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan Pertanian Perikanan (DKP3) Tuban Edi Sunarto.

Baca Juga :  Didata, Ini Persebaran Tugu Pencak Silat di Tuban

Dikatakan dia, benar adanya bahwa pupuk kimia mengikis kadar organik pada tanah. Karena itu, dia mengajak petani di Kota Legen mulai migrasi ke pupuk organik. Sebab, hanya pupuk organik yang bisa mengembalikan kadar organik tanah yang sudah terkikis hingga di bawah satu persen.

- Advertisement -

Hanya saja, terang Edi, revolusi dari pertanian kimia ke organik tak semudah lisan berucap. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menormalkan kembali kadar tanah. Dari merubah mindset petani yang sudah kadung melekat dengan pupuk kimia membutuhkan waktu hingga menunggu kealamiahan organik tanah kembali normal setelah “sakit” akibat pupuk kimia.

‘’Intinya, revolusi pertanian kimia ke organik ini butuh komitmen amat serius. Petani harus mau menerima banyak konsekuensi,’’ tuturnya.

Baca Juga :  Pemprov-Pemkab Bojonegoro Sepakati Perbaikan Jembatan Glendeng

Selain waktunya yang relatife lama, Edi menerangkan, salah satu konsekuensi dari pertanian organik adalah produksi atau hasil panen tanaman tidak bisa semelimpah ketika menggunakan pupuk subsidi. Itu karena pupuk organik menumbuhkan tanaman secara alami benar, tanpa injeksi atau akselerasi.

Dia melanjutkan, sejak pertanian organik ini mulai populer beberapa tahun terakhir, masyarakat yang behasil bermigrasi ke pertanian organik secara maksimal baru ditemukan di Desa Karangtinoto, Kecamatan Rengel.

‘’Selain di situ, masih belum maksimal,’’ bebernya. (sab/tok)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radarbisnis.com

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Bisnis WhatsApp Channel : https:http://bit.ly/3DonStL. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img

Terpopuler

spot_img

Artikel Terbaru

spot_img
spot_img