Sukses menjadi pelukis, Masdibyo, 60, justru tak mengizinkan keempat anaknya menjadi seniman. Alasannya, perjalanan seniman dari nol hingga sukses membutuhkan perjuangan keras yang belum tentu sanggup dilalui banyak orang.
YUDHA SATRIA ADITAMA, Tuban, Radar Tuban
SAAT berkunjung ke Indepth Talk Podcast Radar Tuban kemarin (30/9), Masdibyo kembali mengenang perjalanannya menjadi seniman. Seniman berjuluk pelukis dolar karena karyanya banyak dibeli kolektor luar negeri ini mengatakan, perjuangan yang penuh keringat dan air mata tidak ingin diturunkan kepada anak-anaknya.
‘’Cukup saya yang merasakan kesulitan menjadi seniman,’’ ungkapnya.
Seniman yang tinggal di Perumahan Karang Indah, Tuban ini menuturkan, tiga dari empat anaknya menempuh pendidikan arsitektur. Salah satunya menempuh S-3 prodi tersebut di Jerman. Pilihan tersebut, menurut Dibyo, lebih tepat. Alasannya, seniman kelahiran Pacitan ini menyadari betul ada ribuan seniman yang tidak seberuntung dirinya.
‘’Anak-anak saya cukup menjadi penikmat dan penjaga karya bapaknya saja,’’ tegasnya.
Dibyo mengatakan, seniman harus memiliki mental baja. Pandangan sebelah mata masyarakat, ditambah cibiran orang terdekat sering kali meruntuhkan mentalnya.
Namun, dia berkeyakinan setiap kelebihan yang dititipkan Tuhan kepada hambanya bukanlah tanpa sebab. Nah, kelebihan itulah yang diyakini Dibyo akan membawa keberkahan tersendiri bagi umatnya yang yakin dan percaya.
‘’Kalau kita sudah yakin untuk maju ya harus maju, pantang mundur,’’ tegasnya.
Dibyo mengatakan, kesuksesan dirinya menjadi seniman tak lepas dari restu sang ibu. Dia bercerita setelah lulus S-1 Seni Rupa IKIP Negeri Surabaya (sekarang Unesa), dia sempat menjadi guru seni salah satu sekolah di Surabaya. Merasa tak memiliki jiwa sebagai pendidik, dia memutuskan resign dari guru.
‘’Saya pamit kepada ibu untuk mundur jadi guru dan memilih jadi seniman murni,’’ kata Dibyo mengenang perjalanannya sekitar tahun 1980-an.
Alm Djoeriyah, ibunya beberapa kali menanyakan kemantapan hati buah hatinya tersebut. Apalagi, saat orde baru, seniman merupakan bidang yang tak menjanjikan. Ditambah Dibyo saat itu sudah mendapat pekerjaan tetap sebagai guru SMA.
Setelah berhasil meyakinkan ibunya, dia direstui dengan sejumlah pesan yang masih diingatnya hingga sekarang.
‘’Ibu melangkahi kepala saya sebagai tanda restu dan modal besar keberhasilan saya saat ini,’’ ungkapnya.
Menurut Dibyo, restu orang tua adalah restu Tuhan. Dengan bekal restu, dia meyakini setiap langkah seorang anak akan dipermudah. Setidaknya itu yang sudah dibuktikannya.
Beberapa kali kehabisan uang saat mengikuti pameran di sejumlah kota di Indonesia, Dibyo mengaku selalu bertemu orang baik yang membantunya.
‘’Secara kebetulan saya sering dipertemukan orang-orang hebat yang baik yang banyak membantu saya,’’ imbuhnya.
Suami Endah Susilomurti ini mengakui kesibukannya di luar Tuban membuatnya kurang aktif di Tuban. Itu karena waktunya habis untuk pameran sekaligus mencari ilmu dari sejumlah seniman senior di Indonesia.
Meski demikian, Dibyo mengaku sangat terbuka jika ada seniman yang ingin mengundangnya untuk berbagi ilmu. Termasuk Galery Masdibyo yang dibangun di Perumahan Puri Indah, didedikasikan bagi masyarakat yang ingin belajar seni. (*/ds)