TUBAN, Radar Tuban – Pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak didominasi oleh orang-orang terdekat para korban. Dalam hal ini bisa dari kalangan keluarga maupun kalangan pendidik dan tenaga kependidikan.
Menurut Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinsos-P3A Tuban Anfujatin, kekerasan pada perempuan dan anak seringkali dilakukan oleh orang yang justru diberikan mandat atau kepercayaan untuk menjaga dan melindungi. ‘’Orang yang dipasrahi, lebih leluasa atau berkesempatan,’’ bebernya.
Perempuan yang punya gelar Ners ini menunjukkan salah satu contoh kasus yang pelakunya orang terdekat adalah kasus FR di Kecamatan Senori. Dia menyampaikan, seyogyanya seorang pemimpin padepokan spiritual atau guru bertugas mendidik murid, santriwan-santriwatinya dengan baik melalui kedekatan yang telah terjalin. Namun, ternyata apa yang dilakukan FR tersebut sangat berbanding terbalik. ‘’FR malah menggunakan kedekatan untuk perbuatan tercela,’’ keluhnya.
Sebab itu, perempuan bergelar magister administrasi publik ini berpesan orang tua tetap wajib mengawasi anak-anaknya. Memasrahkan anak dimana dan kepada siapa pun, harus tetap dalam pantauan dan kewaspadaan. Selain itu, komunikasi antara orang tua dan anak jangan sampai tidak baik. Pasalnya, komunikasi yang buruk antara keduanya merupakan celah yang mengakibatkan seorang anak tidak mau terbuka saat mengalami suatu masalah.
Lebih lanjut Anfu mengemukakan, terkait pemicu kekerasan terhadap perempuan dan anak ada beberapa faktor. Tapi terkhusus pada klasifikasi kekerasan seksual, salah satu pemicunya adalah tayangan-tayangan di sosial media. Dalam sosial media tersebut, perempuan sangat mendominasi dan konten yang disajikan tak jarang mengarah pada ekspresi diri berlebihan. Dampaknya, bisa memunculkan imajinasi seksual laki-laki dan perasaan ingin melakukannya kepada perempuan terdekat.
Dalam hal ini, perempuan tidak salah seratus persen. Pengguna Tik-tok, Irvan (bukan nama sebenarnya) mengatakan, dalam hal ini kesalahan ada pula di pihak laki-laki. Menurutnya, sevulgar-vulgarnya perempuan berekspresi tidak akan berpengaruh kepada tindakan buruk jika laki-laki mampu mengontrol diri.
‘’Sosial media hanya pemicu. Segala tindakan, kontrol diri yang menentukan,’’ tegasnya. (sab/wid)