TUBAN – Krisis pangan global yang diprediksi sejak dua bulan lalu mulai dirasakan dampaknya di Indonesia, tanpa terkecuali di Jawa Timur.
Dalam kunjungannya ke Tuban Senin (2/10/2023), Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengingatkan bahwa krisis pangan telah terjadi karena dampak cuaca panas ekstrem dan kemarau panjang yang terjadi hampir di seluruh dunia.
Orang nomor satu di Pemprov Jatim itu mengatakan, operasi pasar yang dia gelar di kompleks Pendapa Kridha Manunggal kemarin merupakan titik ke 22 yang digelar sebagai upaya ketahanan pangan. Dia mengakui harga beras medium dan beras premium saat ini cukup mahal.
“Harga beras di Jawa Timur masih terendah atau paling murah kedua di Pulau Jawa. Rata-rata harga beras di Indonesia sekarang sudah melebihi HET,” kata dia.
Meski kondisi global mengalami krisis pangan, mantan Menteri Sosial ini mengklaim Jawa Timur masih surplus beras 9,32 persen.
Mengapa dengan pasokan yang surplus tapi harganya masih mahal? Khofifah menjelaskan, bahwa harga kering giling dan harga kering panen dari petani sudah tinggi.
“Dari tempat penggilingan sudah di atas HET (harga eceran tertinggi). Mudah-mudahan nilai tambah ini dapat dinikmati para petani,” ungkapnya.
Selain itu, pasokan beras di Jawa Timur harus dikirim untuk Sulawesi Selatan, Riau, dan Bangka Belitung.
Khofifah mengatakan beras dari Jawa Timur didedikasikan untuk seluruh masyarakat di Indonesia. Dia menegaskan harus ada langkah komprehensif untuk ketahanan pangan secara nasional.
“Kami mengajak masyarakat bertani di lingkungan terdekat karena kita tahu krisis pangan sudah diwarning secara global,” jelas dia.
Pejabat yang juga Ketua PP Muslimat itu mengatakan, krisis pangan global sudah menjadi perhatian Pemprov Jawa Timur.
Dia memastikan krisis pangan yang membuat lonjakan harga sembako itu bukan faktor politik.
“Krisis pangan itu karena kondisi cuaca global, tidak ada kaitan dengan tahun politik. Kita semua harus melakukan langkah mitigasi agar kekeringan bisa segera teratasi,” katanya. (yud/tok)