Radartuban.jawapos.com – Para pedagang kaki lima (PKL) di trotoar Jalan RE Martadinata kian dibuat pusing. Belum tuntas problem rencana relokasi yang kini sedang dikaji Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perdagangan (Diskop UKM Perdag) Tuban pasca rampungnya revitalisasi trotoar pada pengujung 2022, kini muncul masalah baru.
Masalah tersebut terkait berdirinya paguyuban Pantura Street yang mengklaim mengakomodir kepentingan sekaligus menampung aspirasi PKL RE Martadinata.
Selain mendirikan paguyuban, juga terbentuk grup WhatsApp (WA) yang mengajak para PKL RE Martadinata untuk bergabung.
Kepada Jawa Pos Radar Tuban, salah satu PKL mengungkapkan, terbentuknya paguyuban sekaligus grup WA tersebut kian meresahkan.
‘’Jangan-jangan hanya mencari kesempatan dalam kondisi seperti ini,’’ ujar dia yang meminta identitasnya dirahasiakan.
PKL tersebut kemudian mempertanyakan kapasitas pihak yang menginisiasi. Dia berinisial IW. Setahu PKL itu, IW adalah warga biasa dan bukan representasi PKL maupun pemerintahan. Apalagi, pihak yang menginisiasi tersebut meminta sejumlah uang kepada para PKL agar dapat menjadi anggota paguyuban. Total uang yang diminta Rp 125 ribu. Rinciannya, registrasi Rp 50 ribu dan seragam Rp 75 ribu.
‘’Kalau sudah jadi anggota, PKL ditarik retribusi Rp 3.000 per hari,’’ ujarnya.
Karena tidak punya pilihan lain, dia bersama PKL lain terpaksa bergabung dan mengeluarkan sejumlah uang.
Pantauan wartawan koran ini terhadap grup WA Pantura Street, cukup banyak PKL RE
Martadinata yang mendaftar sebagai anggota paguyuban. Namun demikian, tidak sedikit yang masih pikir-pikir.
Kusmari, PKL RE Martadinata lainnya menyampaikan informasi serupa. Dia terang-terangan menolak pendirian paguyuban. Terlebih, beroperasinya pihak yang mengatasnamakan Pantura Street cukup meresahkan karena diiringi arogansi.
‘’Kami berharap Pemkab Tuban turun tangan menyikapi hal ini. Kalau bisa, pemkab yang mendirikan paguyuban supaya nasib kami lebih diperhatikan,’’ tegasnya. (sab/ds)