TUBAN, Radar Tuban – Menanggapi wacana pembayaran tarif becak secara digital, salah satu pengemudi becak wisata Makam Sunan Bonang Tuban, Amir Syafi’i mengaku tidak siap. Pi’i sapaannya mengatakan, pembayaran yang menerapkan teknologi canggih QR kode menyulitkan dirinya dan teman-temannya.
Pria 44 tahun ini menandaskan, pembayaran tarif secara konvensional lebih mudah. Sesuai kapasitas dan kemampuan.
”Repot kalau disuruh belajar soal itu (pembayaran digital, Red),” tuturnya saat ditemui Jawa Pos Radar Tuban di tempat mangkalnya kemarin (6/2).
Dia mengatakan, daripada mewacanakan pembayaran tarif becak secara digital, lebih baik membuatkan pangkalan yang aman dari hujan. Menurut Pi’i, selama ini becak wisata yang beroperasi di sepanjang Jalan KH Mustain hingga Jalan AKBP Soeroko kerap kerepotan tiap kali turun hujan.
Firmansyah, pengemudi becak lainnya menolak program pembayaran secara digital. Menurutnya, pembayaran secara digital melukai hati pembecak. Pasalnya, program tersebut disinyalir muncul sebagai ketidakpercayaan publik terhadap kejujuran tukang becak terkait penarikan tarif.
”Kami (pembecak, Red) pastikan aman. Kalau ada yang nakal lapor saja pada pembecak yang lain, pasti ditegur,” ujarnya.
Pria 33 tahun ini menyampaikan, jika satu tukang becak berlaku curang, maka yang lain juga tidak terkena dampaknya. Istilahnya nila setitik dirusak susu sebelanga. Lebih lanjut dia meminta supaya pembahasan terkait pembayaran becak secara digital melibatkan paguyuban becak wisata.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLH Hub) Tuban Imam Isdarmawan mengemukakan wacana pembayaran tarif becak secara digital. Wacana tersebut merupakan usulan sebuah perbankan untuk mengatasi masalah penarikan tarif yang tidak wajar. Teknisnya, perbankan menyediakan media transaksi pembayaran yang melekat di setiap becak. Setelah menggunakan jasanya, penumpang tinggal scan pembayaran. (sab/ds)