TUBAN, Radar Tuban – Perabotan dapur berbahan tanah liat berangsur-angsur menghilang. Kini, di rumah jarang dijumpai perabot gerabah. Sebagai gantinya, di rak dapur berisi peralatan masak berbahan plastik, aluminium, besi, baja, dan baja karbon.
Sementara genuk (wadah air), ngaron (wadah nasi), kekep (penutup nasi di kukusan), bul (wadah untuk mandi), wajan tanah besar, buyung (wadah air kecil) hanya beberapa rumah saja yang masih mempertahankan.
Sentra perajin gerabah di Kelurahan Karang, Kecamatan Semanding pun sudah lama tak memproduksi perangkat dapur. Kini, yang masih diproduksi hanya kuali kecil untuk wadah ikan pindang, layah (cobek), dan panyaran (untuk membuat serabi).
Kaslim, 52, salah satu perajin gerabah di Kelurahan Karang mengatakan, tidak diproduksinya perabotan dapur karena sudah tidak ada penerusnya.
”Dulu, perabot seperti gendok dan peralatan lain dari tanah liat banyak ditemukan di sini. Setelah pembuatnya tua dan meninggal tidak ada penerusnya,” ujarnya.
Kalau pun memiliki penerus, lanjut Kaslim, mereka tidak lagi membuat perabot dapur. Namun, membuat gerabah yang mudah dijual, seperti kuali kecil dan pot bunga.
Sementara itu, Sumakno, 67, pembuat gerabah lain di kelurahan ini menambahkan, semua perajin gerabah di Karang kini hanya memproduksi kuali untuk wadah ikan pindang. Selama ini permintaannya cukup tinggi.
‘’Permintaan banyak dari Bawean, Gresik dan Bojonegoro,’’ ujarnya.
Menurutnya, para pebisnis ikan pindang lebih suka menggunakan kuali dari Tuban karena bahannya bagus. Ketika digunakan sebagai wadah ikan pindang tidak memengaruhi rasa ikan. Berbeda dengan daerah lain yang tanahnya diambil dari Bengawan Solo. Gerabahnya berbau lumpur bengawan.
Kalau perajin gerabah di Karang, tanahnya mengambil dari Desa Bektiharjo, Kecamatan Semanding. (fud/ds)