Radartuban.jawapos.com – Februari ini Tuban merupakan puncak musim penghujan. Hal itu terlihat dari tingginya intensitas hujan.
Dikonfirmasi Jawa Pos Radar Tuban, Kepala Badan Meterologi Klimatologi Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Tuban Zem Iranto Padama mengingatkan masyarakat untuk beradaptasi dengan tingginya intensitas hujan selama Februari.
‘’Setelah memasuki Maret, intensitas hujan baru merendah,’’ ujarnya.
Zem, sapaannya mengatakan, pada pertengahan Maret wilayah Bumi Ronggolawe memasuki pergantian musim atau pancaroba hingga pertengahan April. Pada akhir April, lanjut dia, baru memasuki kemarau.
‘’Masih sekitar dua bulan lagi, tapi perlu diwaspadai sejak sekarang,’’ tutur alumni Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia (UI) itu.
Dia melanjutkan, musim kemarau tahun ini perlu diwaspadai karena sifatnya kemarau kering. Berbeda dengan tahun lalu yang terjadi kemarau basah.
Karena itu, Zem berharap masyarakat dan instansi pemerintah memberikan atensi. Terlebih, kemarau kering memicu potensi kekeringan dan kebakaran hutan lebih tinggi.
‘’Tidak seperti kemarau basah yang potensi bencana kemaraunya rendah,’’ ujar mantan kepala Seksi Observasi BMKG Stasiun Meterologi Juanda Sidoarjo itu.
Zem menerangkan, sementara ini, tingkat keparahan potensi kekeringan akibat kemarau di Bumi Ronggolawe mendatang belum dipetakan detail. Sejauh ini, kata dia, pihaknya masih memantau.
Radartuban.jawapos.com – Februari ini Tuban merupakan puncak musim penghujan. Hal itu terlihat dari tingginya intensitas hujan.
Dikonfirmasi Jawa Pos Radar Tuban, Kepala Badan Meterologi Klimatologi Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Tuban Zem Iranto Padama mengingatkan masyarakat untuk beradaptasi dengan tingginya intensitas hujan selama Februari.
‘’Setelah memasuki Maret, intensitas hujan baru merendah,’’ ujarnya.
Zem, sapaannya mengatakan, pada pertengahan Maret wilayah Bumi Ronggolawe memasuki pergantian musim atau pancaroba hingga pertengahan April. Pada akhir April, lanjut dia, baru memasuki kemarau.
‘’Masih sekitar dua bulan lagi, tapi perlu diwaspadai sejak sekarang,’’ tutur alumni Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia (UI) itu.
- Advertisement -
Dia melanjutkan, musim kemarau tahun ini perlu diwaspadai karena sifatnya kemarau kering. Berbeda dengan tahun lalu yang terjadi kemarau basah.
Karena itu, Zem berharap masyarakat dan instansi pemerintah memberikan atensi. Terlebih, kemarau kering memicu potensi kekeringan dan kebakaran hutan lebih tinggi.
‘’Tidak seperti kemarau basah yang potensi bencana kemaraunya rendah,’’ ujar mantan kepala Seksi Observasi BMKG Stasiun Meterologi Juanda Sidoarjo itu.
Zem menerangkan, sementara ini, tingkat keparahan potensi kekeringan akibat kemarau di Bumi Ronggolawe mendatang belum dipetakan detail. Sejauh ini, kata dia, pihaknya masih memantau.