‘’Kami menemui pengurus RT, tetapi lagi-lagi tidak ada nama-nama dalam daftar data calon pemilih,’’ ujarnya.
Tak cukup sampai di situ, Murti kembali melakukan penelusuran, hingga akhirnya berhasil menemukan beberapa nama sesuai data. Namun, ternyata orangnya sudah meninggal.
‘’Data ini saya temukan di Perumahan Puri Indah, tapi ternyata orangnya sudah meninggal. Saya semakin bingung,’’ ujar dia mengungkapkan perasaannya
waktu itu.
Lebih lanjut, dia sebenarnya sudah curiga dengan data pemilih yang sudah meninggal tersebut. Sebab, kode usia di NIK rata-rata tidak masuk akal. Ada yang kelahiran 1923, 1930, dan 1940-an.
‘’Bahkan ada yang usianya sudah seratus tahun lebih,’’ ujarnya terheran-heran.
Meski demikian, Murti terus berusaha mencari calon pemilih sesuai data yang dimiliki, hingga akhirnya pada titik frustasi karena tak kunjung menemukan.
Maklum, di saat teman sejawatnya sudah selesai melakukan pemutakhiran data dengan nama dan alamat yang jelas. Tapi dirinya sama sekali tidak menemukan nama-nama dari data yang dimiliki.
‘’Saya sempat merasa tidak enak, karena saya kan dibayar tapi yang saya coklit tidak ada semua,’’ keluhnya.
Karena sudah mencapai titik kulminasi itulah, dirinya sempat berpikiran hal yang aneh.
‘’Saya sempat terpikir ingin mencari nama-nama sesuai data, itu ke pemakaman kelurahan, lalu menempelkan kertas hasil coklit ke nisannya, tapi saya tidak berani. Saking sudah pusingnya saya,’’ ujarnya sembari bercanda.
Berakhir dari titik kulminasi itulah, akhirnya persoalan tidak masuk akal ini sampai juga ke telinga KPUK dan Bawaslu Tuban.
Setelah digeber rapat bersama, bahkan dengan anggota Bawaslu Jatim, saat ini Murti sudah cukup lega dan tinggal menunggu keputusan dari KPU dan Bawaslu.
Ketua PPS Latsari Siswanto mengatakan, untuk TPS 23 jumlah keseluruhan pemilih sebanyak 279, termasuk Murti Ningsih, selaku pantarlih bersama suami. Sebetulnya, kata dia, Murti dan suaminya juga bukan warga RT setempat, melainkan warga RT 2/RW 2. Namun, dalam penempatan TPS masuk di TPS 23.