‘’Saat rekrutmen pantarlih hanya ditemukan nama Murti. Dari situlah, akhirnya kami minta menjadi pantarlih karena hanya dia dan suaminya yang ada dalam data,’’ ungkap Siswanto hingga akhirnya kejanggalan sejak awal itu terungkap ketika dilakukan coklit.
‘’Saat proses coklit, sebenarnya dari 277 data pemilih ada 42 orang terdeteksi. Itu pun ternyata juga sudah meninggal semua,’’ tandasnya turut terheran-heran dengan data tersebut.
Lebih lanjut Siswanto menyampaikan, ada juga dari 42 nama orang yang sudah meninggal tersebut, salah satu namanya terdeteksi mirip dengan nama anggota keluarganya.
‘’Mirip dengan nama bude saya. Tapi tidak mungkin juga bude saya setua itu, kelahiran 1938,’’ bebernya. (fud/tok)
Untuk mendapatkan berita-berita terkini Jawa Pos Radar Tuban, silakan bergabung di Grup Telegram “Radar Tuban”. Caranya klik link join telegramradartuban. Sebelumnya, pastikan Anda sudah menginstal aplikasi Telegram di ponsel.
‘’Saat rekrutmen pantarlih hanya ditemukan nama Murti. Dari situlah, akhirnya kami minta menjadi pantarlih karena hanya dia dan suaminya yang ada dalam data,’’ ungkap Siswanto hingga akhirnya kejanggalan sejak awal itu terungkap ketika dilakukan coklit.
‘’Saat proses coklit, sebenarnya dari 277 data pemilih ada 42 orang terdeteksi. Itu pun ternyata juga sudah meninggal semua,’’ tandasnya turut terheran-heran dengan data tersebut.
Lebih lanjut Siswanto menyampaikan, ada juga dari 42 nama orang yang sudah meninggal tersebut, salah satu namanya terdeteksi mirip dengan nama anggota keluarganya.
‘’Mirip dengan nama bude saya. Tapi tidak mungkin juga bude saya setua itu, kelahiran 1938,’’ bebernya. (fud/tok)
- Advertisement -
Untuk mendapatkan berita-berita terkini Jawa Pos Radar Tuban, silakan bergabung di Grup Telegram “Radar Tuban”. Caranya klik link join telegramradartuban. Sebelumnya, pastikan Anda sudah menginstal aplikasi Telegram di ponsel.