Radartuban.jawapos.com – Desa Sambonggede dan Desa Sumber, keduanya di Kecamatan Merakurak sedang bersitegang. Pemicunya proyek pendirian stasiun pengolahan gas dari sumur milik Joint Operating Body Pertamina Petrochina East Java (JOB PPEJ) di Desa Sambonggede.
Berdirinya stasiun pengolahan gas yang dioperatori PT Sumber Aneka Gas (SAG) seluas tujuh hektare tersebut dikhawatirkan berdampak terhadap dua desa tersebut. Karena itulah muncul perselisihan antarkedua desa yang merasa paling pantas mendapat pembagian kompensasi dengan persentase proporsional.
Sumber yang dihimpun Jawa Pos Radar Tuban menyebutkan, Desa Sumber meminta pembagian 50:50 persen, namun Desa Sambonggede minta 70:30 persen. Untuk mengakhiri perselisihan, kemarin (13/6) kedua desa dipertemukan camat setempat beserta kapolsek dan danramil setempat di Kantor Kecamatan Merakurak. Selain kepala desa, juga diundang perwakilan BPD, LPMD, Karang Taruna, dan tokoh masyarakat.
Kepala Desa Sambonggede Jemy Tristantono mengatakan, sebenarnya yang menjadi diskusi antarkedua desa bukan hanya soal kompensasi, namun juga corporate social responsibility (CSR) dan penyerapan tenaga kerja (naker).
Dalam diskusi tersebut, terang dia, Desa Sumber meminta pembagian kompensasi 50:50 persen dengan dalih paling terdampak. Padahal, stasiun pengelolaan gas tersebut berada di wilayah Desa Sambonggede. ‘’Karena itu, kami minta 70:30 persen,’’ ujarnya.
Jemi menegaskan, permintaan tersebut cukup logis. Pertimbangannya selain masuk wilayah Sambonggede, jumlah penduduknya lebih banyak, sekitar 4.700 jiwa. Bandingkan dengan Sumber yang hanya 1.200 jiwa. ‘’Soal dampak, desa kami juga terdampak. Jadi ini sudah cukup adil,’’ ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kades Sumber, Suntoro mengatakan, permintaan Desa Sambonggede tersebut dinilainya sangat merugikan desanya. Itu karena posisi desanya paling dekat dengan lokasi pembangunan stasiun pengolahan gas tersebut.
‘’Sambonggede merasa pemilik lahan ya gitu lah, tapi yang dirugikan desa kami,’’ ujarnya dengan nada kecewa.
Suntoro juga menyampaikan, dalam pertemuan yang difasilitasi Forkopimca Merakurak tersebut, dirinya sudah menawarkan pembagian sebesar 60:40 persen, tapi lagi-lagi pihak Sambonggede menolak. ‘’Itu keputusan terakhir dari kami, tapi masih saja ditolak,’’ ujarnya.
Sementara itu, Business Manager PT Sumber Aneka Gas (SAG) Andik C Nugroho mengatakan, terkait persentase pembagian yang diminta kedua desa tersebut, perusahaannya menyerahkan sepenuhnya kepada forkopimca setempat.
‘’Apa pun keputusannya soal persentase kompensasi, PT SAG ikut apa yang menjadi keputusannya,’’ tegasnya.
Di bagian lain, Andik juga mengemukakan, sampai saat ini PT SAG belum menghitung berapa besaran kompensasi yang bakal dikeluarkan untuk kedua desa tersebut. ‘’Ini kami belum ada apa-apa,’’ imbuhnya.
Camat Merakurak Muhammad Mustakim menegaskan, masing-masing desa memiliki kepentingan. Apalagi dengan dalih membawa amanah dari musyawarah desa (musdes). ”Karena itu, perlu dipertemukan dalam satu forum,’’ ujarnya.
Dia menyampaikan, pertemuan antarkedua desa yang semula diagendakan pukul 10.30 hingga pukul 11.30 tersebut gagal digelar. Pemicunya, aktivis yang mengaku dari LSM masuk dalam ruang pertemuan, padahal mereka tidak diundang.
Sebelum pertemuan dimulai, lanjut Mustakim, pihaknya menyampaikan bahwa yang tidak berkepentingan untuk keluar dari ruangan. Aktivis LSM tersebut, menurut dia, tidak bisa menerima karena merasa membawa kepentingan masyarakat dan mengawal lingkungan. ”Akhirnya rapat kami hentikan,’’ tegas mantan kepala Bidang Aset Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Tuban itu.
Sekitar pukul 13.00, persisnya setelah jam istirahat, pertemuan kembali digelar. Hanya saja tempatnya dipindahkan ke kantor Polsek Merakurak. Karena pertemuan tersebut tanpa kesepakatan, kata Mustakim, forkopimca berencana mengagendakan pertemuan lanjutan.(fud/ds)