TUBAN, Radar Tuban – Covid-19 varian Omicron kembali mengganggu pembelajaran tatap muka (PTM) normal yang sudah digelar di sejumlah kabupaten/kota di Indonesia. Pasalnya, tatap muka kuota penuh di sejumlah kabupaten/kota terpaksa dihentikan menyusul penularan kasus baru di lingkungan pendidikan.
Yang terbaru adalah kasus ledakan Covid-19 di Jakarta Timur. Di kota metropolitan tersebut, PTM normal terpaksa harus dihentikan karena ditemukan kasus Covid-19 di lingkungan siswa. Kasus yang sama juga terjadi di Jakarta Pusat. Ledakan kasus di lingkup pendidikan tersebut memunculkan kekhawatiran. Apalagi, aturan PTM normal yang tertuang pada SKB empat menteri baru terbit akhir Desember lalu.
Dikonfirmasi Jawa Pos Radar Tuban, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Tuban Joko Priyono mengatakan, ancaman kasus Covid-19 varian Omicron harus disikapi dengan cepat. Apalagi, saat ini pemerintah pusat memprediksi ledakan kasus Covid-19 varian tersebut akan terjadi pada Februari – Maret. Karena itu, PTM normal harus disikapi dengan lebih bijak. ‘’Kapan PTM normal dimulai masih belum bisa diprediksi, masih harus antisipasi varian baru,’’ tegasnya.
Mantan kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispersip) Tuban ini mengatakan, aturan PTM normal tetap harus menunggu keputusan dari pemkab setempat dan tim satgas. Meski nantinya vaksinasi lansia sudah memenuhi persyaratan, PTM normal harus tetap mendapat izin dari pemerintah daerah. ‘’Untuk sementara masih menunggu kondisi dan aturan dari pemerintah. Jangan tergesa-gesa mengambil kebijakan,’’ tegasnya.
Joko mengatakan, saat ini Bumi Ronggolawe masuk PPKM level 1 kategori C. Artinya, PTM boleh digelar penuh dengan syarat pembagian sistem sif.
Seperti diketahui, yang diperbolehkan PTM normal adalah kabupaten/kota yang masuk PPKM level 1 kategori A. ‘’Meski nantinya Tuban dinyatakan memenuhi syarat PTM normal, tetap harus melihat kondisi perkembangan pandemi Covid-19 di tengah kabar Omicron,’’ kata dia.
Dengan belum diizinkannya Tuban menggelar tatap muka kuota penuh, Joko mengimbau semua lembaga pendidikan untuk menaati aturan tersebut. Pembelajaran tatap muka bisa diikuti 100 persen siswa dengan sistem sif. Setiap sif hanya bisa diikuti maksimal 50 persen siswa. ‘’Dengan demikian, penularan kasus baru di lingkungan pendidikan bisa kita hindari,’’ ujarnya. (yud/ds)