Radartuban.jawapos.com – Calon rais syuriah menjelang Konferensi Cabang (Konfercab) VII PCNU Tuban mendapat atensi dari Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU).
Kemarin (18/12), misalnya. Meski tidak masuk as’ilah atau pertanyaan yang diusulkan, standar ideal calon rais syuriah tetap menjadi pembahasan hangat dalam forum bahtsul masail yang digelar di Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Ulum, Kecamatan Widang.
Dalam diskusi tersebut, LBMNU mengusulkan beberapa poin terkait kriteria calon rais syuriah dan ahlul halli wal aqdi (ahwa). Di antara poin yang diusulkan: calon rais syuriah harus memiliki intelektual keagamaan yang mumpuni.
Dalam hal ini, standar ideal yang diterapkan harus bisa membaca dan memahami karya kitab ulama salaf, serta memiliki dimensi spiritual dan sosial yang dapat menjadi teladan, dan memiliki kemampuan manajerial organisasi yang baik.
Sedangkan syarat menjadi ahwa mengacu pada ketentua AD/ RT organisasi.
‘’Di antara usulan itu, nanti akan diproses oleh panitia konfercab untuk menjadi bahan pertimbangan dalam memilih ahwa dan menentukan rais syuriah,’’ kata Ketua LBMNU Tuban Astar Bahroni kepada Jawa Pos Radar Tuban di lokasi bahtsul masail.
Disinggung perihal masalah yang dibahas tidak masuk dalam as’ilah bahtsul masail, Astar menegaskan bahwa masalah tersebut tidak dibahas secara resmi dalam forum bahtsul masail, tapi di sela-sela dan luar forum.
‘’Ini (pembahasan kriteria calon rais syuriah dan ahwa, Red) sebagai bentuk tanggung jawab
moril LBMNU terhadap konfercab,’’ tandasnya.
Sayangnya, hanya rais syuriah dan ahwa yang dibahas. Sedangkan calon tanfidz tidak masuk dalam perbincangan. Sehingga tidak ada standar kriteria yang diusulkan calon tanfidz.
Berdasarkan naskah yang diterima wartawan koran ini, sebenarnya hanya ada tiga as’ilah yang dibahas dalam agenda bahtsul masail tersebut. Pertama, perihal hukum merevitalisasi fasilitas umum yang dianggap masih layak dan baik. Kedua, terkait ketentuan bekas suami yang ingin menikah lagi dengan istrinya, apakah harus menunggu selesai masa idah istri dapat dibenarkan secara syara atau agama. Ketiga, soal hukum mengadakan salawat dan menghadiri acara salawatan bercampur dengan lawan jenis. (zid/tok)