RADAR TUBAN – Hasil seleksi anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tuban disayangkan oleh Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Tuban. Alasanya, anggota Bawaslu periode 2023-2028 ini tidak ada keterwakilan perempuan.
Ketua JPPR Tuban Wawan Purwadi menyatakan, meski tidak menyalahi aturan, namun tidak adanya keterwakilan perempuan itu dinilai sangat memprihatinkan.
‘’Tidak adanya keterwakilan perempuan ini seolah hasil seleksi ada diskriminatif, karena peran perempuan tidak ada,’’ ujar Wawan—sapaan akrabnya—kepada Jawa Pos Radar Tuban, Sabtu (19/8).
Menurutnya, hilangnya keterwakilan perempuan dalam formasi baru lima komisioner menunjukkan jika peran perempuan dalam demokrasi semakin kurang.
Padahal, kata dia, affirmative action atau memperhatikan keterwakilan minimal 30 persen perempuan sangat penting.
Karena keterwakilan perempuan di Bawaslu atau di KPU merupakan amanat dari Pasal 10 ayat (7) dan Pasal 92 ayat (11) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, di mana affirmative action merupakan cara yang dipilih oleh negara sebagai jawaban terhadap kondisi sosial yang diskriminatif.
‘’Pada UU yang sama pada pasal 92 juga disebutkan komposisi bawaslu harus memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen,’’ imbuhnya.
Alumni Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Makhdum Ibrahim (STITMA) Tuban ini menyebut, affirmative action merupakan in tervensi yang dilakukan oleh negara dalam mewujudkan jaminan keadilan bagi setiap orang dalam membangun kehidupan bersama.
‘’Isu ini (keterwakilan perempuan, Red) tidak boleh dipandang sebelah mata, karena kehidupan demokrasi dan sosial di dalam masyarakat perempuan punya peran penting,’’ tandasnya.(fud/tok)