Nilai-nilai pewayangan yang penuh dengan pesan moral sangat minim diketahui generasi milenial, khususnya di kawasan pesisir. Acara bertajuk Pengenalan Wayang Kulit untuk Usia Dini di pantai Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Tuban kemarin (20/3) mencerminkan sebagian besar masih asing dengan kesenian tradisional tesrebut.
—————————————————————————–
SALAH satu titik pesisir Kelurahan Sidomulyo kemarin mendadak riuh dengan suara anak-anak. Di bawah atap bangunan tanpa dinding, mereka antusias belajar kesenian wayang. Dalam waktu dua jam, anak-anak itu langsung terpukau dengan karakter Kresna, Arjuna, dan Gatotkaca.
‘’Aku pengen dadi Kresna, aku adalah Arjuna, aku mau seperti Gatotkaca!’’ teriak puluhan anak yang rata-rata berusia di bawah 12 tahun tersebut. Anak-anak nelayan itu berekspresi lepas. Suaranya sahut-menyahut begitu dalang pengisi acara menyelesaikan ceritanya. Rehan, salah satu anak yang mengikuti acara bertajuk Pengenalan Wayang Kulit untuk Usia Dini itu mengatakan, dia paling suka dengan Gatotkaca. Sebab, anak Dewi Arimbi tersebut dibayangkannya sangat kuat.
‘’Kata dalang, ototnya kawat balung-nya besi dan bisa terbang,’’ tutur anak berusia sembilan tahun tersebut saat diwawancara Jawa Pos Radar Tuban di lokasi.
Hafiz, anak lainnya mengatakan, dari tiga karakter tersebut dia paling suka dengan Arjuna. Sebab, kesatria anak Dewi Kunti ini memiliki senjata yang ampuh berupa panah. Panah yang kemudian diketahuinya bernama Pasopati tersebut bisa melepaskan sepuluh anak panah sekaligus, bahkan lebih. Padahal, sesungguhnya yang dilepaskan hanya satu. Hafiz meneruskan, kata dalang, panah Pasopati itu sakti. ‘’Anak panah yang dilepas bisa berlipat ganda mengejar musuh-musuhnya,’’ kagumnya.
Sementara itu, Attha mengungkapkan, dirinya amat suka dengan tokoh wayang Kresna karena selain sakti, karakter wayang yang digambarkan berkulit hitam tersebut amat piawai dalam mengatur strategi perdamaian antarpihak yang bertentangan. Dia menuturkan, Kresna amat benci dengan permusuhan. Sesuai paparan dalang yang diterimanya, Kresna tidak turun tangan di perang campuh dalam kisah Mahabarata. Kesatria bersenjata cakra itu hanya berperan di balik layar saja. Mengawal jalannya perang antara Pandawa dan Kurawa.
Dalang pengisi acara Teguh Dwi Purwanto menyampaikan, antusias anak-anak pesisir amat disyukurinya. Ketertarikan anak-anak terhadap kesenian wayang merupakan wujud keterasingan mereka terhadap budaya lokal. Karena itu, dia bertekad mengenalkan kesenian wayang kepada anak-anak di tempat lain.
Dalang asal Kelurahan Ronggomulyo, Kecamatan Tuban ini menyampaikan, selain pengenalan teknis, dia juga akan membumikan nilai-nilai edukasi dalam cerita pewayangan.
‘’Cerita pewayangan penuh pesan moral. Itu dibutuhkan anak-anak agar karakternya lebih baik,’’ tandasnya.
Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Tuban Buntas Pradoto yang hadir dalam acara tersebut menambahkan, acara kolaborasi antara Sanggar Kusuma Carita dengan Forum Gerakan Pesisir Berkarya (FGPB) ini amat bagus untuk tumbuh kembang moral anak. Melalui pengenalan karakter dan cerita wayang, anak-anak akan lebih mudah menerima nasihat-nasihat. Itu disebabkan karena pesan-pesan positif tersebut tidak dilontarkan secara langsung, tapi terselubung melalui sebuah pertunjukan estetik dan menghibur.
‘’Melalui pertunjukan wayang, pendidikan lebih menyenangkan. Sebab, ada medianya,’’ ujar dalang asal Desa Sobontoro, Kecamatan Tambakboyo tersebut.
Ketua RT 02, RW 04 Kelurahan Sidomulyo Ahmad Khusnul Abidin mengungkapkan, dirinya amat bersyukur dengan acara pengenalan wayang kepada anak-anak di wilayahnya. Pria yang juga pengurus FGPB ini berharap, kegiatan edukatif semacam ini berkelanjutan. Tidak berhenti pada taraf pembelajaran, namun juga sampai tingkat praktik. Barang tentu, hal tersebut amat membutuhkan dukungan para dalang. Dia optimistis dengan peran intens dari para dalang, anak-anak era sekarang akan semakin familiar bahkan cinta pada kesenian tersebut. (sab/ds)