TUBAN, Radar Tuban – Sebelum banyak beroperasi alat mesin pertanian (alsintan) seperti combine dan trans planter, selama musim tanam dan penghujan, lahan persawahan di Tuban dibanjiri buruh tani yang mengais rezeki. Kini, sejak hadirnya alsintan tersebut, jasa buruh tani tidak diperlukan lagi.
Kepada Jawa Pos Radar Tuban, Subandi, salah seorang buruh tani mengatakan, setelah beroperasi peralatan mutakhir untuk menunjang operasional di lahan pertanian, buruh tani tidak dibutuhkan. Sebagian besar mereka pun menganggur.
Pria yang tinggal di Desa Kembangbilo, Kecamatan Tuban ini mengungkapkan, pada musim tanam, buruh mendapat upah berupa uang dari pemilik lahan. Sedangkan pada musim panen, imbalan yang diterima berupa gabah.
Subandi mengatakan, karena lahan pertanian sekarang ini tak membutuhkan buruh tani, mereka beralih pekerjaan. Termasuk dirinya yang bekerja di Pasar Grudho, Suciharjo, Kecamatan Tuban.”Ya, ini  konsekuensi dari perkembangan zaman,” ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Ketahanan Pangan Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKP3) Tuban Lamidi menyampaikan, hadirnya alsintan membuat banyak buruh tani kehilangan pekerjaan. Mereka yang selalu berharap datangnya musim tanam dan panen padi, kini tak bisa berbuah banyak.
Lamidi menerangkan, penggunaan alsintan dalam sistem pertanian di Tuban dimulai sejak 2014. Instansinya, kata dia, ikut andil melalui kerja sama dengan pihak swasta untuk menyewakan combine kepada petani pada musim panen.
Pada tahun itu, terang dia, sebagian petani menolak combine. Alasannya, menghilangkan eksistensi buruh tani. Baru pada 2017, bantuan combine berukuran kecil datang. Petani pun mulai bisa menerima, meski prosesnya melalui sosialisasi yang alot.
Sejak tahun itu pula, instansinya secara perlahan mengirimkan bantuan combine ke beberapa kelompok tani. ”Sampai saat ini, kelompok tani di Tuban sudah memiliki 19 unit combine. Rinciannya, 4 combine berukuran kecil dan 15 combine berukuran besar.
Pria yang tinggal di Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang ini menegaskan, revolusi sistem pertanian yang canggih sangat menyentuh nurani. Ketika panen, per hektare lahan membutuhkan puluhan buruh tani selama beberapa hari. Kini, peran mereka digantikan dengan mesin combine hanya dalam hitungan jam. ”Luar biasa perubahannya,” tegasnya.
Perubahan tersebut, lanjut Lamidi, berpengaruh plus-minus. Plusnya produksi pertanian lebih cepat dan efisien. Minusnya para buruh tani kehilangan pekerjaan. ”Combine mewakili kemajuan zaman. Mau tidak mau, akhirnya tetap mau. Dengan segala konsekuensi,” ujarnya. (sab/ds)