Masih ingat kasus investasi bodong dengan terdakwa Irwid Ayu Audi dan Fauziah Fadlina? Meski kedua terdakwa sudah menjalani hukuman di Lapas Kelas IIB Tuban, namun uang para korbannya tak kembali. Tak sedikit uang yang disetor korban didapat dari pinjaman yang berbunga tinggi seperti yang dialami EN.
TULISAN ‘’Dijual Ginjal” yang dibentangkan EN di perempatan Pegadaian, Jalan Basuki Rachmad, Senin (21/11) pagi sukses menarik perhatian masyarakat yang melintas.
Tak sedikit yang berhenti di simpang ber-traffic light tersebut mendokumentasikan aksi perempuan 49 tahun tersebut melalui ponselnya.
Baru sekitar setengah jam membentangkan tulisan di balik baliho bekas tersebut, petugas Satpol PP Tuban mengamankan ibu paro baya tersebut. EN pun diangkat ke mobil petugas.
Tulisan yang dipampang EN bukan sekadar mencari sensasi. Dia serius menjual ginjalnya kepada siapa saja. Kepada Jawa Pos Radar Tuban, dia mengaku terdesak menanggung utang anaknya sekitar Rp 100 juta.
Setelah diinterogasi singkat oleh petugas satpol PP, EN berikut tulisan balihonya diamankan ke Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dinsos P3A PMD) Tuban. Ibu tiga anak itu hanya bisa menangis saat ditanya psikolog Dinsos P3A PMD Tuban. Luapan emosinya tak terbendung.
Begitu pula saat diwawancarai wartawan koran ini. Dia mengaku serius menjual ginjalnya karena terdesak sudah ditagih oleh bank dan rentenir.
‘’Rumah peninggalan Bapak sudah saya tawarkan untuk dijual, tapi sulit laku, tidak ada yang mau beli. Saya hanya punya ginjal yang bisa saya jual untuk nutup utang,’’ tuturnya.
EN berstatus janda sejak dua setengah tahun silam setelah suami yang menjadi tulang punggung keluarga meninggal dunia.
Untuk menyambung hidup, EN berjualan pelas palang di salah satu ruas Jalan Dr Sutomo setiap malam.
Untuk modal, EN berutang menggunakan kredit usaha rakyat (KUR) di salah satu bank pelat
merah.
‘’Sebelumnya sering pinjam KUR untuk modal dan bayarnya lancar tidak ada masalah,’’ ujar dia sambil menangis.
Kehancuran ekonomi keluarganya bermula saat Susanto (bukan nama sebenarnya), anak kedua EN mengenal investasi bodong yang viral pada akhir 2021 silam.
Susanto tergiur dengan bunga 10 persen dari para reseller investasi bodong yang diduga dilakukan Irwid – Fauziah cs.
Untuk mendapat keuntungan berlipat, tanpa sepengetahuan ibunya, Susanto diam-diam pinjam uang ke bank sebesar Rp 50 juta.
‘’Uang Rp 50 juta yang dibuat investasi bodong tersebut akhirnya hilang,’’ kenangnya.
EN menuturkan, anaknya sudah berusaha meminta uang tersebut kepada pelaku investasi bodong. Harapannya pun pupus. Sampai sekarang uang tersebut tak pernah kembali.
Untuk membayar sebagian angsuran pinjaman di bank, kata EN, anaknya berutang lagi ke pinjaman online (pinjol).
‘’Total utang anak saya sudah tak bisa dihitung, kemungkinan ratusan juta,’’ keluhnya.
Besarnya pinjaman tersebut karena bunga tunggakan utang di bank dan pinjol yang terus membengkak.
Tak hanya kepada bank dan pinjol, keluarga EN juga terlilit pinjaman rentenir. Mereka juga kerap mendatangi rumah EN di Kelurahan Latsari, Kecamatan Tuban.
Karena tak ada barang berharga yang bisa disita, EN mengaku kerap mendapat ancaman penculikan hingga pembunuhan dari para rentenir.
‘’Saya sudah pesan ke anak-anak, jika saya mati, saya ingin dikubur di samping makam suami saya,’’ ungkapnya. (yud/ds)