Lebih lanjut mantan Kabag Hukum Sekretariat Daerah Tuban ini menyampaikan, salah satu penyebab orang termakan hoax adalah minimnya literasi digital. Masih banyak masyarakat yang belum bisa membedakan antara pemberitaan resmi dan tidak.
Bagi yang tidak paham, semua dianggap sama. Informasi yang masuk lang sung ditelan mentah-mentah.
‘’Inilah penting literasi digital, sehingga tidak mudah termakan hoax,’’ ujar dia.
Ditegaskan Arif, hal dasar yang harus di miliki seseorang agar tidak mudah termakan berita hoax adalah ketelitian dan tidak mudah tersulut emosi. Sebab, tujuan utama berita bohong disebarkan adalah memantik emosi dan kemarahan seseorang.
‘’Karena itu, hal terpenting menjadi filter berita-berita hoax adalah tidak mudah tersulut emosi.
Utamakan cek dan ricek atas kebenaran informasi,’’ tandasnya.
Hoax Cenderung Provokatif
AZAMI Ramadhan, wartawan Jawa Pos rubrik “Hoax atau Bukan” mengatakan, bertebarannya hoax memasuki tahun politik sudah menjadi hal lumrah.
Merujuk pengalaman tahun-tahun politik sebelumnya, mendekati pemilu, produksi berita hoax semakin meningkat.
‘’Di luar tahun politik saja, hampir setiap hari ada berita hoax. Dan semakin banyak ketika ada momen tertentu, seperti saat bencana besar, kecelakaan, dan lebih khusus lagi menjelang pemilu,’’ ujarnya.
Azam—sapaan akrabnya—berbagi pengalaman perihal membedakan antara hoax dan bukan. Menurutnya, secara spesifik ada perbedaan mendasar. Ciri utamanya, terdapat dalam isi muatan berita.
Biasanya, berita hoax bersifat provokatif, lalu isinya cenderung berlebihan, dan antara narasi dengan foto maupun video sering tidak nyambung satu sama lain. Oleh karena itu, dalampemberitaan perlu adanya cek dan ricek berita.
‘’Dengan begitu, masyarakat tidak mudah termakan berita bohong,’’ katanya.
Dalam proses cek dan ricek, alumnus Universitas Muhammadiyah Malang itu membagikan tips dan cara untuk memverifikasi berita. Bisa melalui aplikasi playstore bernama Search By Image,
atau bisa melalui website yang tersedia melalui https://tineye.com.