‘’Pada era ini, tinggal meneruskan atau melanjutkan saja,’’ kata dia.
Widayaka, budayawan senior di Bumi Ronggolawe menambahkan, jika Jalan Yos Sudarso dijadikan wisata pedestrian malam maka Pemkab Tuban mengembalikan konsep tata inti kota Catur Gatra Tunggal peninggalan nenek moyang era Mataram yang kini sedang luntur.
Dalam konsep tersebut, terang dia, alun-alun adalah pusat. Dikelilingi masjid, kantor pemerintahan, penjara, dan pasar.
Sedangkan kondisi saat ini, menurutnya, Kota Tuban tidak mencerminkan konsep Catur Gatra Tunggal itu. Penyebabnya, Pasar Sore dan Kedatom yang berada di sisi utara alun-alun sepi aktivitas ekonomi.
‘’Jika nanti wisata pedestrian malam di Jalan Yos Sudarso itu terealisasi, konsep Catur Gatra Tunggal akan utuh kembali. Sebab, sangat mungkin Pasar Sore dan Kedatom akan ramai lagi,’’ kata Pak Wik, sapaan akrabnya.
DLHP Rekomendasikan Jalan Yos Sudarso
Opsi wisata pedestrian malam di Jalan Teuku Umar dinilai kurang ideal oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLHP) Tuban.
Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan DLHP Tuban Imam Isdarmawan menerangkan, terlalu berisiko jika ruas jalan tersebut digunakan untuk pusat keramaian masyarakat seperti Malioboro Jogjakarta maupun Maliogoro Bojonegoro.
Sebab, terang Imam, Jalan Teuku Umar termasuk jalur padat lalu lintas. Kalau digunakan, perlu merekayasa lalu lintas. Secara ukuran, jalan tersebut juga terlalu panjang dan lebar.
‘’Lebih dari itu, jalan Teuku Umar statusnya jalan nasional. Sehingga, Pemkab Tuban kurang berotoritas mengelola jalan tersebut,’’ ujarnya kepada Jawa Pos Radar Tuban.
Menurut Imam, paling ideal untuk wisata pedestrian malam seperti Malioboro maupun Maliogoro adalah opsi pertama yakni Jalan Yos Sudarso.
Jika Disbudporapar Tuban memplot Jalan Yos Sudarso untuk wisata pedestrian malam, pihaknya sangat mendukung. Lalu lintas di jalan tersebut sangat lengang. Segala sesuatu yang berhu bungan dengan penataan atau kondusivitas di jalan tersebut lebih cepat diatasi.