Merujuk peta kelautan yang diterbitkan Dinas Hidros dari Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal AL), di area pantai utara (pantura) Tuban terindikasi masih bertebaran ranjau laut sisa Perang Dunia II. Berikut wartawan Jawa Pos Radar Tuban Dwi Setiyawan melaporkan lanjutan tulisan pembersihan Laut Jawa dari persenjataan artileri. Laporan ini ditulis dari arena The 46 Tahun Indonesian Petroleum Association (IPA) Convention and Exhibition 2022 di Jakarta Convention Center pada hari ketiga kemarin (22/9).
UNTUK memastikan area pembangunan pelabuhan khususnya benar-benar bebas dari ranjau maupun objek lain yang berpotensi menimbulkan bahaya, Kilang Pertamina Internasional (KPI)- Early Work Grass Root Refinery (GRR) Tuban berkolaborasi dengan PT Pertamina (Persero) dan bekerja sama dengan Pushidrosal AL untuk menyisir sekaligus menyapu ranjau di kawasan perairan proyek kilang GRR Tuban.
Senior Project Manager Early Work Grass Root Refinery Tuban M. Solihin menerangkan, kegiatan penyisiran dan penyapuan ranjau tersebut berada pada area pantai dan laut Desa Mentoso dan Desa Kaliuntu, keduanya di Kecamatan Jenu. Luasnya kurang lebih 1.016 hektare. Penyisiran tersebut berlangsung selama dua bulan mulai Jumat (16/9) lalu.
Dia menyampaikan, aktivitas Pushidrosal AL tersebut sudah dikoordinasikan dengan kelompok nelayan setempat. Targetnya, untuk memastikan kegiatan berjalan dengan baik dan memenuhi aspek keselamatan.
‘’Status saat ini masih dilakukan penyisiran oleh Pushidrosal AL. Hasil penyisiran dan penyapuan ranjau baru dapat diketahui secara resmi setelah kegiatan selesai,’’ tulis Solihin dalam rilis yang dikirim kepada Jawa Pos Radar Tuban kemarin (23/9).
Dia berharap kegiatan yang merupakan bagian dari kewajiban perusahaan untuk memastikan terpenuhinya salah satu aspek keselamatan tersebut berjalan lancar, selamat, dan objektif.
Solihin menerangkan, setelah kegiatan penyisiran dan penyapuan ranjau selesai, Pushidrosal AL akan menerbitkan surat keterangan bebas ranjau untuk menjamin keamanan dan keselamatan area proyek GRR Tuban selama fase pra konstruksi, konstruksi, dan operasi. Keamanan dan keselamatan tersebut bukan hanya untuk perusahaan, namun juga masyarakat sekitar.
Selama ini, nelayan di sepanjang pesisir Tuban sangat akrab dengan sejumlah bahan peledak. Salah satunya ranjau laut. Di lepas pantai, jaring mereka sering tersangkut persenjataan artileri sisa Perang Dunia II (1936-1945) maupun Agresi Militer Belanda (1947-1948) yang tenggelam dan bertebaran di dasar laut. Sebagian besar bahan peledak tersebut masih aktif.
Dua insiden yang terjadi selama Juni 2012 menjadi penanda bahwa ‘’monster laut’’ bernama bahan peledak tersebut nyata adanya.
Pada awal bulan tersebut, sekelompok pencari harta karun berhasil mengangkat puluhan mortir dari sebuah kapal perang yang karam di kawasan laut Kecamatan Palang. Bahan peledak tersebut diangkat dari dalam bangkai sebuah kapal setelah bodinya dipreteli untuk dirongsok menjadi besi.
Sebagian puing kapal dan barang temuan di dalamnya yang unik dan memiliki nilai sejarah, dijual kepada kolektor barang antik. Barang-barang inilah yang diperdagangkan di pasar gelap barang-barang antik.
Perburuan barang antik tersebut terungkap setelah salah satu mortir yang ditemukan meledak pada salah satu rumah yang dipakai menyimpannya pada pertengahan Juli 2012. Rumah tersebut di Desa Glodog, Kecamatan Palang. Akibatnya, pencari barang antik tersebut mengalami patah tulang kaki dan luka terbuka di sekujur tubuh. Rumah yang ditempati juga porak poranda.
Mortir tersebut meledak saat salah satu penemunya menggergaji untuk memisahkan dengan bagian logam yang dibutuhkan karena memiliki nilai jual yang tinggi.
Dari rumah pencari barang antik lainnya, puluhan mortir dari jenis yang sama ditemukan dan disita polisi.
Pada 12 Desember 2012 atau lima bulan kemudian, tiga buah mortir ditemukan nelayan di kawasan pantai Dusun Klaber, Desa Tasikmadu, Kecamatan Palang. Temuan inilah yang dilaporkan ke Polsek Palang. Polisi yang datang ke lokasi penemuan, langsung mengamankan mortir tersebut.
Sangat mungkin mortir tersebut hasil pencarian kelompok yang sama atau mungkin kelompok lain yang tercecer ketika diangkut.
Pada awal 2000-an, wartawan koran ini mewawancarai salah satu kelompok pemburu harta karun yang tinggal di Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Tuban dan menulisnya dalam sebuah laporan khusus.
Dari wawancara tersebut terungkap penyelaman di dasar laut menggunakan peralatan sederhana hasil modifikasi kompresor dan selang plus kacamata air.
Dari penyelaman di dasar Laut Jawa, mereka tidak hanya mengobok-obok isi kapal perang, namun juga kapal niaga pada abad XVII.
Barang temuannya tidak hanya beragam jenis keramik, namun juga perhiasan, pedang, uang koin dari dinasti Tiongkok, dan perkakas kapal.
Sekali waktu, mereka juga menemukan mortir. Karena tidak mau berisiko dan berurusan dengan aparat hukum, mereka menenggelamkan kembali mortir-mortir tersebut. (*/bersambung)