Tengah hari itu, Wika Asnunik berdiri di tengah lapangan. Dengan mata terpicing, kedua tangannya menarik tali busur. Membidik. Siap melepaskan anak panah ke papan sasaran. Peraih medali emas cabang olahraga panahan pada ajang PON XX Papua ini berlatih di siang terik setiap hari. Selepas salat Duhur.
—————————————————————-
WALAU sudah meraih banyak medali, Wika sapaannya masih getol berlatih. Perempuan asal Desa Tuwiri Kulon, Kecamatan Merakurak ini mengatakan, latihan memanah merupakan rutinitasnya saban hari. Tempatnya, di lapangan panah Gang Arjuna, Kelurahan Sidorejo, Kecamatan Tuban.
Dia sengaja memilih tengah hari karena sorenya harus melatih di Tuban Archery Club. Anak didik Wika cukup banyak, sekitar sepuluh anak usia SD.
”Sambil menunggu pekerjaan yang formal,” ujarnya saat ditemui Jawa Pos Radar Tuban di tempat latihan kemarin (22/2).
Perempuan 23 tahun ini memimpikan pekerjaan formal sebagai guru atau aparatur di instansi pemerintah. Ketika para atlet jebolan PON XX Papua dikumpulkan Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky di rumah dinasnya, Wika menuturkan, para atlet dijanjikan mendapat pekerjaan.
”Sayang sudah melamar berkali-kali di sekolah ini itu, saya ditolak,” ujarnya.
Atlet yang sudah sebelas tahun menekuni olahraga panahan ini mengungkapkan, rata-rata sekolah menolak lamarannya dengan alasan menunggu kepastian rekrutmen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Tak tanggung-tanggung, alasan tersebut disampaikan sekitar lima sekolah.
Terkait alasan tersebut, atlet berjilbab ini bisa menerima dengan lapang dada. Namun, dia sangat menyayangkan dirinya tak ikut seleksi P3K pada bulan lalu karena harus fokus puslatda (pemusatan latihan daerah).
”Mau ikut seleksi P3K, tapi sulit membagi waktu dan persiapan puslatda,” ujarnya.
Apalagi, puslatda di Surabaya tersebut berlangsung selama berbulan-bulan. Saking padatnya jadwal latihan, Wika mengaku tak bisa menjalankan aktivitas lain.
”Untuk karir, saya hanya bisa pasrah. Semoga ke depan karir saya mujur,” ujarnya.
Selain melatih di klub, dia juga menjadi guru ekstra panahan di SMP Khoirunnas Tuban dan SMKN 3 Tuban.
Atlet panah yang sudah malang melintang di skala nasional sejak SMA ini menyampaikan, tiga pekerjaan yang digeluti sebetulnya cukup membuatnya bersyukur. Namun, Wika terang―terangan menyampaikan hal itu belum sesuai ekspektasinya. Itu karena menjadi pelatih panahan di klub dan ekstrakulikuler bukan pekerjaan tetap. Statusnya pun tak jelas.
”Saya butuh pekerjaan formal untuk masa depan,” kata dia. (sab/ds)