27.8 C
Tuban
Sunday, 24 November 2024
spot_img
spot_img

”El Clasico” PKB-Golkar, “Brace” Mas Lindra Samakan Skor

spot_img

Ibarat El Clasico, PKB dan Golkar adalah “Real Madrid dan Barcelona-nya” pemilu di Kabupaten Tuban. Keduanya memiliki sejarah persaingan cukup panjang.

SABAN laga “Liga” Pilkada (pemilihan kepala daerah) dan “Liga” Pileg (pemilu legislatif) digelar, kontestasi pemilu di Tuban serasa hanya milik PKB dan Golkar. Sedangkan yang lain menjadi penggembira.

Titik tolak persaingan antara PKB dan Golkar terasa sejak 18 tahun lalu. Tepatnya pada Pilkada 2006.

Pilkada pertama pemilihan langsung itu dimenangkan Golkar. Partai berlambang pohon beringin ini mengusung pasangan calon bupati dan dan wakil bupati, Haeny Relawati Rini Widyastuti-Lilik Soehardjono.

Selain calon incumbent, Haeny juga menjabat Ketua DPD Golkar Tuban. Sementara di sisi lawan, PKB mengusung pasangan Noor Nahar Hussein-Go Tjong Ping.

Berdasar hasil rekapitulasi suara KPU, pasangan Hae ny-Lilik unggul 51,74 persen suara, berbanding 48,26 suara untuk pasangan Noor Nahar-Tjong Ping. Skor 1-0 untuk kemenangan Golkar di Liga Pilkada 2006.

Selang tiga tahun, Pileg 2009 digelar, dan Golkar kembali keluar sebagai parpol pemenang pemilu. Skor 1-0 untuk kemenangan Golkar di Liga Pileg.

El Clasico antara Golkar dan PKB berlanjut di Liga Pilkada 2011. Haeny yang sudah dua kali menjadi bupati terbentur syarat pencalonan: kepala daerah hanya boleh menjabat dua periode.

Karena itu, Haeny yang kembali maju pada Pilkada 2011 tidak lagi menjadi calon bupati, melainkan calon wakil bupati—berpasangan dengan calon bupati Kristiawan, kader Golkar cum Ketua DPRD Tuban.

Sementara PKB yang berambisi membalas kekalahan di Pilkada 2006 mengusung salah satu tokoh NU yang kala itu memiliki pengaruh cukup besar di Tuban, yakni KH Fathul Huda.

Tokoh yang saat itu menduduki jabatan sebagai Ketua PCNU Tuban itu dipasangkan dengan Noor Nahar Hussein, calon bupati yang dikalahkan Haeny pada Pilkada 2006.

Baca Juga :  Pemilu, Kekuasaan, dan Gambaran Roda Kehidupan

Selain El Clasico yang kembali mempertemukan PKB dan Golkar. Liga Pilkada 2011 juga dimerihkan oleh empat pasangan lain, yakni pasangan Setiajid—Bambang Suhariyanto yang diusung PAN, PKS, dan Demokrat, kemudian pasangan Mohammad Anwar—Tulus Setyo Utomo yang diusung PDIP dan sejumlah parti kecil, serta dua pasangan independen, Bambang Lukmantono-Edy Toyibi dan Chamim Amir-Ashadi.

Hasilnya, pasangan Fathul Huda-Noor Nahar Hussein menang telak, 55,4 persen. Sedangan Haeny yang menjadi wakil Kristiawan meraih 15,7 persen. Sisanya diperoleh empat pasa ngan lain. Skor imbang: 1-1 untuk Liga Pilkada 2006 dan 2011.

Lanjut Liga Pileg 2014 yang juga dimenangkan PKB. Partai berlambang bola dunia dikelilingi sembilan bintang itu keluar sebagai pemenang pemilu. Skor PKB dan Golkar di Liga Pileg juga menjadi imbang 1-1.

Kemenangan pada Pilkada 2011 dan Pileg 2014 ini seakan menjadi modal luar biasa bagi PKB untuk kembali menegaskan diri sebagai parpol penguasa di Pilkada 2016 sekaligus pemenang pemilu di Pileg 2019.

Untuk kedua kalinya pasangan Fathul Huda-Noor Nahar Hussein memenangi pilkada melawan pasangan independen—yang kata orang-orang hanya sebagai calon boneka, karena tidak mendapat lawan.

Dan untuk kedua kalinya, PKB juga memenangi pileg. Skor menjadi 2-1 untuk kemenangan PKB atas Golkar di Liga Pilkada 2016 dan Liga Pileg 2019.

Dua periode menepi seakan menjadi waktu yang cukup bagi Golkar untuk come back. Titik balik itu terjadi pada pilkada serentak 2020.

Kali ini generasi Haeny yang tampil, yakni putra ketiganya, Ketua DPD Golkar Aditya Halindra Faridzky yang juga anggota DPRD Provinsi Jawa Timur. Dia mendapat mandat maju sebagai calon bupati diusung Golkar. Berpasangan dengan Riyadi, mantan Kepala Desa Maibit, Kecamatan Rengel sebagai calon wakil bupati.

Baca Juga :  Menutup Potensi Kecurangan Pemindahan Suara

Sementara di sisi lawan, PKB yang sudah tidak bisa lagi mengusung Fathul Huda sebagai calon bupati karena sudah dua periode, dan Noor Nahar yang tidak berkenan maju sebagai calon bupati, akhirnya mengusung pasangan Khozanah Hidayati-Muhammad Anwar.

Sedangkan di sudut lain—di luar El Clasico PKB-Golkar, PDI Perjuangan bersama Gerindra, PPP, PAN, dan PBB mengusung pasangan Setiajit-RM. Armaya Mangkunegara.

Hasilnya, pasangan Aditya Halindra Faridzky-Riyadi yang diusung Golkar menang telak di 20 kecamatan se- Kabupaten Tuban. Tak tanggung-tanggung, perolehan suaranya  mencapai 59,4 persen. Malampaui perolehan suara pasangan Fathul Huda-Noor Nahar Hussein pada Pilkada 2011.

Sedangkan pasangan Khozanah Hidayati-Muhammad Anwar yang diusung PKB hanya mampu meraup suara 23,8 persen. Sisanya untuk pasangan Setiajit-RM. Armaya Mangkunegara.

Hasil come back Golkar yang dipimpin Aditya Halindra Faridzky sukses menyamakan skor menjadi 2 sama (2-2) untuk Liga Pilkada.

Setelah come back di pilkada, Golkar juga sukses come back di Pileg 2024 yang baru saja usai. Jumlah gol yang dilesakkan pun tak tanggung-tanggung, 20 kursi DPRD. Jauh melampaui perolehan PKB pada Pileg 2019 yang hanya mampu memperoleh 16 kursi.

Skor Liga Pileg akhirnya imbang: 2-2 untuk kemenangan Golkar dengan selisih “6 gol” kursi di DPRD.

Dan ibarat klasemen sementara, Golkar masih memiliki tabungan per tandingan di tahun ini, yakni Pilkada 2024 pada November mendatang.

Di atas kertas, tim Golkar diunggulkan memenangkan laga melawan PKB. Itu pun jika PKB mengusung calon. Jika tidak, maka Golkar hampir pasti mempertahankan gelar—menambah kemenangan atas PKB untuk Liga Pilkada.

Praktis, jika pada pertandingan Liga Pilkada 2024 dimenangkan Golkar, maka skor akan berubah menjadi 3-2 untuk kemenangan Golkar.

“Brace” Mas Lindra sukses membalikkan keadaan. Patut dinanti. (*)

Ibarat El Clasico, PKB dan Golkar adalah “Real Madrid dan Barcelona-nya” pemilu di Kabupaten Tuban. Keduanya memiliki sejarah persaingan cukup panjang.

SABAN laga “Liga” Pilkada (pemilihan kepala daerah) dan “Liga” Pileg (pemilu legislatif) digelar, kontestasi pemilu di Tuban serasa hanya milik PKB dan Golkar. Sedangkan yang lain menjadi penggembira.

Titik tolak persaingan antara PKB dan Golkar terasa sejak 18 tahun lalu. Tepatnya pada Pilkada 2006.

Pilkada pertama pemilihan langsung itu dimenangkan Golkar. Partai berlambang pohon beringin ini mengusung pasangan calon bupati dan dan wakil bupati, Haeny Relawati Rini Widyastuti-Lilik Soehardjono.

Selain calon incumbent, Haeny juga menjabat Ketua DPD Golkar Tuban. Sementara di sisi lawan, PKB mengusung pasangan Noor Nahar Hussein-Go Tjong Ping.

- Advertisement -

Berdasar hasil rekapitulasi suara KPU, pasangan Hae ny-Lilik unggul 51,74 persen suara, berbanding 48,26 suara untuk pasangan Noor Nahar-Tjong Ping. Skor 1-0 untuk kemenangan Golkar di Liga Pilkada 2006.

Selang tiga tahun, Pileg 2009 digelar, dan Golkar kembali keluar sebagai parpol pemenang pemilu. Skor 1-0 untuk kemenangan Golkar di Liga Pileg.

El Clasico antara Golkar dan PKB berlanjut di Liga Pilkada 2011. Haeny yang sudah dua kali menjadi bupati terbentur syarat pencalonan: kepala daerah hanya boleh menjabat dua periode.

Karena itu, Haeny yang kembali maju pada Pilkada 2011 tidak lagi menjadi calon bupati, melainkan calon wakil bupati—berpasangan dengan calon bupati Kristiawan, kader Golkar cum Ketua DPRD Tuban.

Sementara PKB yang berambisi membalas kekalahan di Pilkada 2006 mengusung salah satu tokoh NU yang kala itu memiliki pengaruh cukup besar di Tuban, yakni KH Fathul Huda.

Tokoh yang saat itu menduduki jabatan sebagai Ketua PCNU Tuban itu dipasangkan dengan Noor Nahar Hussein, calon bupati yang dikalahkan Haeny pada Pilkada 2006.

Baca Juga :  Menutup Potensi Kecurangan Pemindahan Suara

Selain El Clasico yang kembali mempertemukan PKB dan Golkar. Liga Pilkada 2011 juga dimerihkan oleh empat pasangan lain, yakni pasangan Setiajid—Bambang Suhariyanto yang diusung PAN, PKS, dan Demokrat, kemudian pasangan Mohammad Anwar—Tulus Setyo Utomo yang diusung PDIP dan sejumlah parti kecil, serta dua pasangan independen, Bambang Lukmantono-Edy Toyibi dan Chamim Amir-Ashadi.

Hasilnya, pasangan Fathul Huda-Noor Nahar Hussein menang telak, 55,4 persen. Sedangan Haeny yang menjadi wakil Kristiawan meraih 15,7 persen. Sisanya diperoleh empat pasa ngan lain. Skor imbang: 1-1 untuk Liga Pilkada 2006 dan 2011.

Lanjut Liga Pileg 2014 yang juga dimenangkan PKB. Partai berlambang bola dunia dikelilingi sembilan bintang itu keluar sebagai pemenang pemilu. Skor PKB dan Golkar di Liga Pileg juga menjadi imbang 1-1.

Kemenangan pada Pilkada 2011 dan Pileg 2014 ini seakan menjadi modal luar biasa bagi PKB untuk kembali menegaskan diri sebagai parpol penguasa di Pilkada 2016 sekaligus pemenang pemilu di Pileg 2019.

Untuk kedua kalinya pasangan Fathul Huda-Noor Nahar Hussein memenangi pilkada melawan pasangan independen—yang kata orang-orang hanya sebagai calon boneka, karena tidak mendapat lawan.

Dan untuk kedua kalinya, PKB juga memenangi pileg. Skor menjadi 2-1 untuk kemenangan PKB atas Golkar di Liga Pilkada 2016 dan Liga Pileg 2019.

Dua periode menepi seakan menjadi waktu yang cukup bagi Golkar untuk come back. Titik balik itu terjadi pada pilkada serentak 2020.

Kali ini generasi Haeny yang tampil, yakni putra ketiganya, Ketua DPD Golkar Aditya Halindra Faridzky yang juga anggota DPRD Provinsi Jawa Timur. Dia mendapat mandat maju sebagai calon bupati diusung Golkar. Berpasangan dengan Riyadi, mantan Kepala Desa Maibit, Kecamatan Rengel sebagai calon wakil bupati.

Baca Juga :  Yang Sadar akan Gelisah

Sementara di sisi lawan, PKB yang sudah tidak bisa lagi mengusung Fathul Huda sebagai calon bupati karena sudah dua periode, dan Noor Nahar yang tidak berkenan maju sebagai calon bupati, akhirnya mengusung pasangan Khozanah Hidayati-Muhammad Anwar.

Sedangkan di sudut lain—di luar El Clasico PKB-Golkar, PDI Perjuangan bersama Gerindra, PPP, PAN, dan PBB mengusung pasangan Setiajit-RM. Armaya Mangkunegara.

Hasilnya, pasangan Aditya Halindra Faridzky-Riyadi yang diusung Golkar menang telak di 20 kecamatan se- Kabupaten Tuban. Tak tanggung-tanggung, perolehan suaranya  mencapai 59,4 persen. Malampaui perolehan suara pasangan Fathul Huda-Noor Nahar Hussein pada Pilkada 2011.

Sedangkan pasangan Khozanah Hidayati-Muhammad Anwar yang diusung PKB hanya mampu meraup suara 23,8 persen. Sisanya untuk pasangan Setiajit-RM. Armaya Mangkunegara.

Hasil come back Golkar yang dipimpin Aditya Halindra Faridzky sukses menyamakan skor menjadi 2 sama (2-2) untuk Liga Pilkada.

Setelah come back di pilkada, Golkar juga sukses come back di Pileg 2024 yang baru saja usai. Jumlah gol yang dilesakkan pun tak tanggung-tanggung, 20 kursi DPRD. Jauh melampaui perolehan PKB pada Pileg 2019 yang hanya mampu memperoleh 16 kursi.

Skor Liga Pileg akhirnya imbang: 2-2 untuk kemenangan Golkar dengan selisih “6 gol” kursi di DPRD.

Dan ibarat klasemen sementara, Golkar masih memiliki tabungan per tandingan di tahun ini, yakni Pilkada 2024 pada November mendatang.

Di atas kertas, tim Golkar diunggulkan memenangkan laga melawan PKB. Itu pun jika PKB mengusung calon. Jika tidak, maka Golkar hampir pasti mempertahankan gelar—menambah kemenangan atas PKB untuk Liga Pilkada.

Praktis, jika pada pertandingan Liga Pilkada 2024 dimenangkan Golkar, maka skor akan berubah menjadi 3-2 untuk kemenangan Golkar.

“Brace” Mas Lindra sukses membalikkan keadaan. Patut dinanti. (*)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img

Terpopuler

spot_img

Artikel Terbaru

spot_img
spot_img