MESKI gayam tidak termasuk pohon langka. Namun, pohon dengan nama latin nocarpus fagiferus ini hanya tumbuh di beberapa tempat. Di Tuban, pohon yang masuk suku polong-polongan ini sepertinya hanya tumbuh di wilayah Kecamatan Merakurak. Itupun hanya ada di sebagian desa saja. Namun, sesungguhanya inilah potensi yang bisa dikembangkan menjadi produk unggulan desa setempat.
Nah, hal ini sejalan dengan program one village one product (OVOP) yang menjadi fokus Bupati Aditya Halindra dalam memunculkan potensi di setiap desa.
Sebagai masyarakat Tuban, siapa sih yang tidak tahu dengan gayam. Buah yang mirip jengkol tapi lebih pipih ini bisa dijadikan keripik. Rasanya pun enak dan bikin ketagihan. Sayangnya, potensi tersebut belum tergarap dengan baik. Kalaupun sudah, mungkin belum optimal. Setidaknya, sampai saat ini keripik gayam belum mewarnai cemilan khas Tuban.
Kita tahu, bahwa packaging atau pengemasan memiliki daya tarik yang luar biasa untuk memikat konsumen. Seenak apapun makanan, minuman, atau camilan yang anda jual, apabila tidak dikemas secara menarik, maka akan sulit bersaing di pasaran, seperti halnya guyonan dalam TikTok: motor Astrea Grand, kalau dimulusin sedikit, diparkir di samping NMAX atau PCX, punya kelas. Harganya, harga motor 90-an.
Pun dengan keripik gayam, kalau packaging-nya dimulusin sedikit, ditaruh di samping Chitato, punya kelas. Harganya, harga toko kelontong.
Begitulah packaging mampu melambungkan harga dan daya tawar. Meski isinya sangat sedikit, tapi jika kemasannya ditata secara menarik, rapi, dan didukung dengan promosi yang profesional, maka tidak sulit produk tersebut akan melejit. Paling tidak, jika ingin bersaing dengan produk-produk cemilan di swalayan maupun minimarket yang ada di lokal Tuban tidak lagi insecure. Jangan sampai produk lokal yang kita jual ditaruh di rak paling belakang, sehingga tidak kelihatan.
Kembali pada potensi buah gayam yang bisa dikembangkan menjadi produk unggulan OVOP sebagimana harapan Mas Bupati—panggilan akrabnya Bupati Lindra. Sudah seharusnya dinas dan pihak-pihak terkait ikut andil—memberikan intervensi kepada pemerintah desa atau masyarakat di wilayah setempat secara serius dalam mengembangkan potensi buah gayam.
Ibarat sebuah barang yang sudah langka, maka akan semakin mahal harganya. Pun seiring dengan menurunnya kuantitas pohon gayam, ini harus bisa dijadikan momentum dalam menaikan nilai tawar camilan yang saat dimakan memiliki rasa sebangsa kacang-kacangan ini.
Intervensi kebijakan harus dimulai dari penggalian ide untuk memberikan nilai tambah terhadap produk yang dikembangkan, perizinan, pemodalan, packaging, hingga pemasaran. Pendampingan dari hulu hingga hilir menjadi peran yang tidak bisa ditawar apabila ingin menyukseskan program OVOP. Dan, buah gayam ini bisa menjadi percontohan untuk dibuktikan.(*)