28.7 C
Tuban
Friday, 22 November 2024
spot_img
spot_img

Menanti Kebijakan Pasca Pandemi

spot_img

Oleh: Asep Nur Hidayatulloh, Anggota DPRD Kabupaten Tuban

Asep Nur HidayatullohPANDEMI memaksa pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berdampak pada pembatasan kegiatan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Dampak dari kebijakan pemerintah dimulai dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang diberlakukan saat ini. Karena sudah menjadi kebijakan, pemerintah daerah pun harus mengikuti setiap kebijakan yang sudah diputuskan pemerintah pusat.

Buntut dari kebijakan tersebut menyebabkan aktivitas ekonomi dan sosial terhambat. Tanpa terkecuali gangguan pada pasar tenaga kerja yang memicu tingkat pendapatan pekerja.

Gangguan aktivitas ekonomi karena kebijakan penguncian wilayah untuk menahan penyebaran virus menyebabkan banyak perusahaan menutup usaha dan mengalami kebangkrutan yang berdampak pada pengurangan jumlah pekerja maupun pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran, terutama pada sektor usasha yang paling terdampak pandemi.

Sepanjang 2020, jumlah pekerja di negara-negara kawasan Asia-Pasifik mengalami penurunan. Secara agregat total pekerja di kawasan Asia-Pasifik pada 2020 sebesar 1,8 miliar orang. Jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 3,2 persen (yoy) dibanding 2019 atau mengalami penurunan jumlah pekerja sebanyak 61,8 juta pekerja. India merupakan negara yang mengalami penurunan jumlah tenaga kerja terbesar, yakni sebanyak 30,4 juta pekerja pada 2020.

Efek pandemi dirasakan Kabupaten Tuban mulai awal 2020 dengan tanda-tanda pertumbuhan ekonomi yang minus 5,85 persen dari tahun sebelumnya tumbuh 5,14 persen. Tingkat pengangguran terbuka dari 2,83 persen naik menjadi 4,81 persen, dan angka kemiskinan yang naik dari 14,58 persen menjadi 15,91 persen mendekati akhir 2021. Artinya, kurun waktu dua tahun terakhir ini efek pandemi semakin memicu naiknya angka kemiskinan di Tuban. Jika dipersentase, angka kenaikannya sebesar 1,73 persen atau 192.757 jiwa.

Baca Juga :  Generasi Emas 2045, Literasi, dan Perguruan Tinggi Negeri

Dari tiga hal di atas, yakni pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran terbuka, dan kemiskinan, membutuhkan intervensi kebijakan yang konkrit dari pemerintah daerah. Tanpa intervensi kebijakan yang tepat sasaran dan efisien, maka pertumbuhan ekonomi, tingkat pengagngguran terbuka, dan penurunan angka kemiskinan di Tuban sulit turun.

Laju pertumbuhan ekonomi dalam dokumen RPJMD Pemkab Tuban 2021-2026 menargetkan pertumbuhan ekonomi dimulai 2022–2026 dengan target 4,07-4,31 persen pada tahun pertama, kemudian 4,32-4,42 persen di tahun kedua, 4,43-4,86 persen tahun ketiga, 4,87-5,01 persen tahun keempat, dan 5,02-5,39 persen pada tahun kelima.

Selanjutnya, tingkat pengangguran terbuka yang juga terkena dampak pandemi meningkat sebesar 4,81 pada 2020. Tentu, hal ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah untuk segera diselesaikan dengan menurunkan tingkat pengangguran terbuka sesuai misi bupati terpilih dalam dokumen RPJMD, yaitu: Meningkatkan pengelolaan dan nilai tambah sektor pertanian secara meluas, pariwisata, perindustrian, perdagangan yang berbasis pemberdayaan dan ekonomi kerakyatan, serta menciptakan seluas-luasnya kesempatan berusaha, membangun dan memantapkan sinergitas daya saing usaha ekonomi lokal dan pengembangan ekonomi kreatif.

Pun dengan kemiskinan. Menjadi pekerjaan utama setiap pemerintahan baru di Kabupaten Tuban. Dan, seakan-akan kemiskinan adalah pelanggan setia yang perlu fokus tersendiri untuk diselesaikan. Selama ini, kemiskinan menjadi hal yang harus diselesaikan lintas sektor atau kita sebut kolaboratif. Karena kolaboratif menjadikan pemerintah daerah fokus terhadap penurunan kemiskinan yang ekstrem. Pada 2022-2026 pemerintah daerah mentargetkan penurunan kemiskinan pada angka 13.00 persen di akhir periode. Itu artinya akan ada penurunan tingkat kemiskinan sekitar 3,31 persen.

Baca Juga :  Budaya Masjid dan Pasar di TV Ramadan

Data dinas sosial (2021), menunjukkan bahwa 14.469 KK di Tuban termasuk sangat miskin, 31.846 KK dikategorikan Miskin, 36.620 KK sebagai hampir miskin, 43.022 KK dianggap rentan miskin, dan 16.617 KK sebagai middle class. Hal ini menunjukkan bahwa perlu intervensi kebijakan pemerintah daerah yang sangat inovatif atau menyentuh, agar kelompok-kelompok miskin ini terperhatikan. Tidak cukup hanya dengan bantuan sosial, tapi pemberdayaan dan pendampingan untuk kenaikan kelas di atas harus terus dijalankan.

Salah satu pejabat Pemkab Tuban pernah ada yang bilang bahwa kemiskinan adalah budaya. Maka, jawaban yang layak atas pernyataan tersebut, adalah tidak usah bekerja untuk mengentaskan kemiskinan jika kemiskinan adalah budaya.

Setiap pemerintah selalu punya warna sendiri dan fokus kebijakan tersendiri sesuai janji politiknya saat berkampanye. Namun, setiap kebijakan dan produk politik yang dihasilkan tentu harus dilihat dari sisi angka-angka atau data-data hari ini. Pemerintah daerah silakan menggenjot pembangunan infrastruktur fisik yang selama ini dianggap kurang menjadi fokus pemerintahan sebelumnya. Namun, kita harus ingat bahwa setiap pekerjaan infrastruktur yang dikerjakan harus dibarengi dengan kebijakan memprioritaskan tenaga kerja lokal. Jika hal itu bisa terwujud, tentu akan selaras dengan cita-cita bersama, yakni pembangunan infrastruktur jalan, ekonomi rakyat kecil juga jalan.

Sebagai catatan penutup, masyarakat Kabupaten Tuban selama kurun 2021-2026 harus berbangga memiliki pemimpin muda yang seharusnya energik dan revolusioner. Mempunyai pengikut instagram yang banyak juga seharusnya dimanfaatkan dengan pemberian informasi tentang program dan kebijakan-kebijakan Pemkab Tuban ke depan.

Dan, sebagai harapan bersama, kita sangat menanti perubahan besar Kabupaten Tuban di tangan pemimpin muda. (*)

Oleh: Asep Nur Hidayatulloh, Anggota DPRD Kabupaten Tuban

Asep Nur HidayatullohPANDEMI memaksa pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berdampak pada pembatasan kegiatan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Dampak dari kebijakan pemerintah dimulai dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang diberlakukan saat ini. Karena sudah menjadi kebijakan, pemerintah daerah pun harus mengikuti setiap kebijakan yang sudah diputuskan pemerintah pusat.

Buntut dari kebijakan tersebut menyebabkan aktivitas ekonomi dan sosial terhambat. Tanpa terkecuali gangguan pada pasar tenaga kerja yang memicu tingkat pendapatan pekerja.

Gangguan aktivitas ekonomi karena kebijakan penguncian wilayah untuk menahan penyebaran virus menyebabkan banyak perusahaan menutup usaha dan mengalami kebangkrutan yang berdampak pada pengurangan jumlah pekerja maupun pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran, terutama pada sektor usasha yang paling terdampak pandemi.

Sepanjang 2020, jumlah pekerja di negara-negara kawasan Asia-Pasifik mengalami penurunan. Secara agregat total pekerja di kawasan Asia-Pasifik pada 2020 sebesar 1,8 miliar orang. Jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 3,2 persen (yoy) dibanding 2019 atau mengalami penurunan jumlah pekerja sebanyak 61,8 juta pekerja. India merupakan negara yang mengalami penurunan jumlah tenaga kerja terbesar, yakni sebanyak 30,4 juta pekerja pada 2020.

- Advertisement -

Efek pandemi dirasakan Kabupaten Tuban mulai awal 2020 dengan tanda-tanda pertumbuhan ekonomi yang minus 5,85 persen dari tahun sebelumnya tumbuh 5,14 persen. Tingkat pengangguran terbuka dari 2,83 persen naik menjadi 4,81 persen, dan angka kemiskinan yang naik dari 14,58 persen menjadi 15,91 persen mendekati akhir 2021. Artinya, kurun waktu dua tahun terakhir ini efek pandemi semakin memicu naiknya angka kemiskinan di Tuban. Jika dipersentase, angka kenaikannya sebesar 1,73 persen atau 192.757 jiwa.

Baca Juga :  Puasa: Antara Kesalehan Pribadi dan Kesalehan Sosial

Dari tiga hal di atas, yakni pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran terbuka, dan kemiskinan, membutuhkan intervensi kebijakan yang konkrit dari pemerintah daerah. Tanpa intervensi kebijakan yang tepat sasaran dan efisien, maka pertumbuhan ekonomi, tingkat pengagngguran terbuka, dan penurunan angka kemiskinan di Tuban sulit turun.

Laju pertumbuhan ekonomi dalam dokumen RPJMD Pemkab Tuban 2021-2026 menargetkan pertumbuhan ekonomi dimulai 2022–2026 dengan target 4,07-4,31 persen pada tahun pertama, kemudian 4,32-4,42 persen di tahun kedua, 4,43-4,86 persen tahun ketiga, 4,87-5,01 persen tahun keempat, dan 5,02-5,39 persen pada tahun kelima.

Selanjutnya, tingkat pengangguran terbuka yang juga terkena dampak pandemi meningkat sebesar 4,81 pada 2020. Tentu, hal ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah untuk segera diselesaikan dengan menurunkan tingkat pengangguran terbuka sesuai misi bupati terpilih dalam dokumen RPJMD, yaitu: Meningkatkan pengelolaan dan nilai tambah sektor pertanian secara meluas, pariwisata, perindustrian, perdagangan yang berbasis pemberdayaan dan ekonomi kerakyatan, serta menciptakan seluas-luasnya kesempatan berusaha, membangun dan memantapkan sinergitas daya saing usaha ekonomi lokal dan pengembangan ekonomi kreatif.

Pun dengan kemiskinan. Menjadi pekerjaan utama setiap pemerintahan baru di Kabupaten Tuban. Dan, seakan-akan kemiskinan adalah pelanggan setia yang perlu fokus tersendiri untuk diselesaikan. Selama ini, kemiskinan menjadi hal yang harus diselesaikan lintas sektor atau kita sebut kolaboratif. Karena kolaboratif menjadikan pemerintah daerah fokus terhadap penurunan kemiskinan yang ekstrem. Pada 2022-2026 pemerintah daerah mentargetkan penurunan kemiskinan pada angka 13.00 persen di akhir periode. Itu artinya akan ada penurunan tingkat kemiskinan sekitar 3,31 persen.

Baca Juga :  BAZNAS Tuban Salurkan Rp 13 Miliar Melalui Lima Program Utama

Data dinas sosial (2021), menunjukkan bahwa 14.469 KK di Tuban termasuk sangat miskin, 31.846 KK dikategorikan Miskin, 36.620 KK sebagai hampir miskin, 43.022 KK dianggap rentan miskin, dan 16.617 KK sebagai middle class. Hal ini menunjukkan bahwa perlu intervensi kebijakan pemerintah daerah yang sangat inovatif atau menyentuh, agar kelompok-kelompok miskin ini terperhatikan. Tidak cukup hanya dengan bantuan sosial, tapi pemberdayaan dan pendampingan untuk kenaikan kelas di atas harus terus dijalankan.

Salah satu pejabat Pemkab Tuban pernah ada yang bilang bahwa kemiskinan adalah budaya. Maka, jawaban yang layak atas pernyataan tersebut, adalah tidak usah bekerja untuk mengentaskan kemiskinan jika kemiskinan adalah budaya.

Setiap pemerintah selalu punya warna sendiri dan fokus kebijakan tersendiri sesuai janji politiknya saat berkampanye. Namun, setiap kebijakan dan produk politik yang dihasilkan tentu harus dilihat dari sisi angka-angka atau data-data hari ini. Pemerintah daerah silakan menggenjot pembangunan infrastruktur fisik yang selama ini dianggap kurang menjadi fokus pemerintahan sebelumnya. Namun, kita harus ingat bahwa setiap pekerjaan infrastruktur yang dikerjakan harus dibarengi dengan kebijakan memprioritaskan tenaga kerja lokal. Jika hal itu bisa terwujud, tentu akan selaras dengan cita-cita bersama, yakni pembangunan infrastruktur jalan, ekonomi rakyat kecil juga jalan.

Sebagai catatan penutup, masyarakat Kabupaten Tuban selama kurun 2021-2026 harus berbangga memiliki pemimpin muda yang seharusnya energik dan revolusioner. Mempunyai pengikut instagram yang banyak juga seharusnya dimanfaatkan dengan pemberian informasi tentang program dan kebijakan-kebijakan Pemkab Tuban ke depan.

Dan, sebagai harapan bersama, kita sangat menanti perubahan besar Kabupaten Tuban di tangan pemimpin muda. (*)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img

Terpopuler

spot_img

Artikel Terbaru

spot_img
spot_img