Seorang kepala dusun di Desa Merkawang, Kecamatan Tambakboyo memiliki pemikiran yang visioner dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM) di desanya. Di tengah kesibukannya menjadi abdi pemerintahan desa setempat, dia tidak hanya merintis pendirian perpustakaan, namun juga menyelenggarakan pendidikan nonformal.
PERANGKAT desa tersebut bernama Abdul Rozak. Nama itu begitu melambung seiring pesatnya kemajuan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Prospektif yang didirikan. Tidak hanya pejabat Dinas Pendidikan Tuban yang kerap menemuinya untuk memantau aktivitas PKBM-nya. Dia juga sering menerima tamu pejabat pendidikan provinsi dan pusat setiap turun ke Bumi Ronggolawe untuk melihat perkembangan pendidikan nonformal yang kelahirannya dibidaninya.
Diwawancarai Jawa Pos Radar Tuban kemarin (6/7) pagi, Rozak, panggilan akrabnya menuturkan, obsesinya untuk meningkatkan SDM masyarakat di desanya bermula dari keprihatinannya melihat kondisi mereka yang tidak terangkat taraf hidupnya. Sebagian besar masyarakat yang petani tersebut cenderung hanya mengandalkan hasil pertaniannya. Nyaris tidak ada sumber penghasilan lain. ”Kalau SDM meningkat, masyarakat bisa punya kompetensi di lapangan kerja lain. Tak melulu bertani,” tutur pria 43 tahun itu.
Untuk meningkatkan SDM masyarakat di kampung kelahirannya, sarjana pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan Universitas Ronggolawe Tuban ini mendirikan perpustakaan pada pertengahan 2007 atau sekitar 15 tahun lalu. Ketika mendirikan perpustakaan yang diberi nama Perpustakaan Desa Prospektif, Rozak masih menjadi pengurus karang taruna desa setempat. Ketika baru berdiri, taman baca yang menempati sebuah ruang kecil di belakang balai desa setempat tersebut baru mengoleksi 100 judul buku. Itu pun hasil sumbangan dari internal karang taruna dan warga sekitar. ”Di mana ada buku, di situ berisi ilmu. Alhamdulillah, perpustakaan ini banyak dikunjungi masyarakat,” kata bapak tiga anak itu.
Lumbung buku yang didirikan Rozak bersama enam warga lainnya tersebut merupakan embrio untuk mendirikan lembaga pendidikan nonformal. Setelah melihat antusias masyarakat meminjam dan membaca buku, dia tergerak mendirikan kelompok belajar. Karena nama Prospektif telanjur mengakar dan membumi, Rozak menggunakan nama yang sama untuk kelompok belajarnya. Di lembaga pendidikan nonformal tersebut, dia menjadi direkturnya. Kegiatannya, penyelenggaraan kejar paket A, B, dan C untuk jenjang setara SD, SMP, dan SMA. Di tahun ajaran pertama, Kelompok Belajar Prospektif mendapat antusias luar biasa dari masyarakat. Terbukti, jumlah warga belajarnya sekitar orang. Terbanyak kejar paket C atau setara SMA.
Di tahun kelulusan pertama pada 2010, kata Rozak, kelompok belajarnya berhasil meluluskan 70 warga belajar untuk paket A, B, dan C. Prestasi ini, lanjut dia, menjadikan kelompok belajarnya dilirik banyak pihak. Prestasi ini pula yang menjadi status kelompok belajarnya naik level menjadi
PKBM. PKBM ini terdaftar di data pokok pendidikan sesuai regulasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Seiring meningkatnya status lembaga pendidikan nonformal yang didirikan Rozak, pemerintah desa setempat membangunkan gedung pembelajaran. ‘’Total, warga belajar yang ijazahnya berhasil disetarakan PKBM Prospektif hingga saat ini jumlahnya tak kurang dari 700 orang. Rata-rata diterima bekerja di industri sekitar desa,’’ bebernya.
Kepada wartawan koran ini, Rozak tak henti-hentinya mengucapkan syukur karena lulusan PKBM-nya banyak bekerja di sejumlah sektor industri. ”Ini sekaligus pengakuan bahwa apa yang kami lakukan tidak sia-sia,” ujarnya. (*/bersambung-sab/ds)