RADAR TUBAN – Tarikan iuran di SMAN 1 Bangilan yang memicu protes dari orang tua/wali murid masih menjadi polemik. Pasalnya, tarikan sebesar Rp 2 juta untuk uang gedung dan Rp 1,2 juta untuk seragam itu melanggar Surat Edaran (SE) Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa Nomor 420/4849/101.11/2023 tertanggal 27 Juli 2023 tentang Moratorium Koperasi Siswa untuk Penjualan Seragam.
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Wilayah Bojonegoro–Tuban Adi Prayitno mengatakan, larangan lembaga pendidikan menerapkan tarikan atau pungutan sudah berlangsung lama. Namun, untuk sumbangan yang sifatnya sukarela dan tidak memaksa orang tua/wali murid masih diperbolehkan. Misalnya, alumni yang sukses menyumbang ke sekolah yang dulu membesarkannya.
Mantan kepala Cabdin Pendidikan Nganjuk itu mengemukakan, aturan terkait sumbangan pendidikan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Dalam payung hukum tersebut dijelaskan, dalam kondisi tertentu, sumbangan atau partisipasi pendidikan dari masyarakat diperbolehkan.
“Yang dilarang adalah pungutan bersifat rutin, mengikat, dan dalam jumlah besar yang memberatan orang tua,” tegasnya.
Adi menerangkan, dalam pasal 1 poin 5 Permendikbud tersebut menjelaskan bahwa sumbangan pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/walinya, baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.
“Sumbangan pendidikan ini biasanya diinisiatori komite sekolah. Jadi jika ada yang keberatan, seharusnya disampaikan ke komite,” tegasnya.
Dalam pasal 10 poin 1 Permendikbud, kata dia, komite sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. Selanjutnya, poin kedua menerangkan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya, sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
Pendidik yang juga warga Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) itu menyampaikan, sejumlah keperluan di lembaga pendidikan tidak bisa dikaver BOS. Karena itu, sejumlah orang tua/wali murid biasanya berinisiatif mengadakan sumbangan pendidikan. Misalnya, perbaikan sarana prasarana yang rusak berat dan tidak bisa mengandalkan dana BOS.
“Jika kejadian seperti ini, biasanya komite berinisiatif untuk menyumbang. Apakah boleh? Diperbolehkan dalam aturan,” ungkapnya.
Adi berharap dalam setiap sumbangan yang diinisiatori komite agar melibatkan seluruh orang tua/wali murid secara menyeluruh. Selama komite dapat mempertanggungjawabkan pemasukan dan pengeluaran dengan jelas, maka orang tua tidak perlu khawatir. Apalagi, sekolah tersebut mampu menunjukkan kualitas yang sebanding dengan tarikan yang diberikan.
“Semua ada aturannya, jika tetap sesuai aturan maka sah untuk dilakukan,” tandasnya. (yud/tok)