‘’Tidak boleh ada siswa yang dikeluarkan dari sekolah,’’ tegasnya.
Pemutusan hubungan pendidikan, lanjut Adi, hanya boleh dilakukan apabila siswa atau orang tua/wali mengajukan pengunduran diri secara lisan dan tertulis. Setelah itu, sekolah mengembalikan tanggung jawab peserta didik sepenuhnya kepada orang tua/wali.
Dengan demikian, sekolah tak lagi memiliki tanggung jawab moral untuk mendidik dan membina.
‘’Sekolah hanya boleh memberi sanksi yang mendidik, seperti pembinaan dan pembiasaan kegiatan keagamaan,’’ ujarnya.
Bagaimana dengan siswa yang menjalani proses hukum di kepolisian dan lapas? Mantan kepala SMAN 3 Nganjuk itu mengatakan, sekolah tetap memiliki kewajiban untuk memenuhi tanggung jawab pendidikan peserta didik. Pada prinsipnya, tegas Adi, pemerintah saat ini tengah berupaya meningkatkan pen didikan masyarakat.
‘’Yang tidak sekolah saja diupayakan agar sekolah, jadi yang sudah sekolah harus ditun taskan,’’ kata dia.
Dengan ketentuan tersebut, lanjut Adi, praktis sekolah harus siap menerima konsekuensi tidak ditakuti siswa nakal.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi riil bahwa selama ini peserta didik paling takut dikeluarkan sekolah.
Dia menyadari dihapusnya sanksi DO dikhawatirkan tak mampu mengatasi kenakalan remaja. Menanggapi hal tersebut, Adi berpendapat lain.
‘’Selama sekolah bisa mengarahkan siswa ke hal yang positif, kenakalan remaja bisa diminimalisir,’’ tegasnya. (yud/ds)
Untuk mendapatkan berita-berita terkini Jawa Pos Radar Tuban, silakan bergabung di Grup Telegram “Radar Tuban”. Caranya klik link join telegramradartuban. Sebelumnya, pastikan Anda sudah menginstal aplikasi Telegram di ponsel.