Radartuban.jawapos.com – Sistem zonasi yang diterapkan pemerintah sejak tiga tahun terakhir memicu sebagian siswa terserap ke sekolah dasar (SD) swasta. Selebihnya memilih melanjutkan ke madrasah yang tidak menerapkan sistem zonasi. Imbas tersebut memukul telak sejumlah sekolah dasar negeri (SDN) di Tuban yang tidak kebagian siswa. Meski penerimaan peserta didik baru (PPDB) diperpanjang, upaya tersebut tak banyak menolong sekolah milik pemerintah tersebut.
Mengacu data PPDB Dinas Pendidikan (Disdik) Tuban tahun 2022, tercatat dua SDN yang senasib dengan SDN Sukolilo 1, Kelurahan Sukolilo, Kecamatan Tuban yang hanya menerima satu siswa. Kedua lembaga pendidikan tersebut, SDN Ngimbang, Kecamatan Palang dan SDN Kedungrejo 1, Kecamatan Kerek.
Lebih parah lagi, dua SDN justru nol pendaftar hingga pekan pertama masuk sekolah, yakni SDN Sotang dan SDN Dasin 1, keduanya di Kecamatan Tambakboyo.
Penelusuran Jawa Pos Radar Tuban, minimnya pendaftar ke SDN diindikasi karena penerapan sistem zonasi. Untuk mendapatkan pendidikan terbaik bagi sang buah hati, banyak orang tua siswa yang mendaftarkan putra-putrinya ke SD swasta yang berpredikat unggulan. Pertimbangannya, SDN yang dekat rumahnya dinilai kurang berkualitas karena minimnya fasilitas dan kurang bagusnya manajemen pendidikan.
Kepala Bidang Pendidikan Sekolah Dasar Disdik Tuban Ismail memiliki pandangan berbeda terkait minimnya pendaftar sejumlah SDN. Menurut dia, lulusan TK atau RA tahun ini jumlahnya sangat minim seiring keberhasilan program keluarga berencana (KB).
Hal tersebut juga terjadi di luar Tuban. Meski banyak SDN yang kekurangan siswa, Ismail memastikan pemkab tidak akan memerger. Upaya yang dilakukan pemkab sekarang ini, kata dia, adalah mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan di semua SDN.
Dia mengakui kualitas SDN yang belum merata. ‘’Keinginan Mas Lindra, tidak ada lagi sekolah yang dimerger dengan alasan kekurangan siswa. Justru kualitasnya yang harus ditingkatkan,’’ tegasnya.
Pendidik yang juga Plt kepala Bidang PAUD dan Dikmas Disdik Tuban ini mengungkapkan, selain lima SDN yang disebut di atas, masih ada puluhan SDN lain yang jumlah siswanya tidak mencapai sepuluh orang. Padahal, untuk mencukupi satu rombongan belajar (rombel), dibutuhkan 28 siswa.
Bagi sekolah-sekolah yang masih belum memenuhi pagu, lanjut Ismail, mereka masih diperbolehkan menerima siswa. Terkait sistem zonasi yang sudah berjalan tiga tahun, dia mengatakan masih disempurnakan.
Ismail menerangkan, zonasi adalah program pemerintah untuk memeratakan pendidikan agar tidak tersentral di kawasan kota saja. Terkait dampak zonasi yang membuat banyak orang tua siswa menyekolahkan anaknya ke SD swasta, menurut dia, hal tersebut adalah bagian dari proses pemerataan pendidikan. (yud/ds)